Enam seniman bersama Kreasi Nusantara menggelar pameran bertajuk Mulasara, di Pollen Gallery, Jalan Jurang No. 103 Bandung, 9-22 Juli 2023.
Pameran ini menampilkan Aliya Rahma Heriyadi, Salsa Thalia Putri N. R., Sahda Ammariza, Shalza Fitri, Chairil Imam, dan Farhan Nurwalidin.

Pameran ini mengusung tema “Transisi, Evaluasi, dan Kesadaran Diri.” Dalam menyajikannya sebagai karya, para seniman mengangkat tiga semangat tadi dari dalam dirinya sendiri. Mereka menyelam ke dalam dirinya sendiri, serta mengingat-ingat apa yang terjadi.

Karya-karya yang dipamerkan di ruang kecil ini terasa begitu dekat dan intim dengan pengunjungnya. Saat memasuki ruang pamer, kita langsung dihadapkan pada lukisan bapak-bapak bertopi yang sedang memegang rokok.
Properti seperti topi asli milik sang bapak, kacamata, asbak, dan rokok, menekankan pendekatan personal yang coba disajikan para seniman.

Juga karya bertajuk “Melaju” di sisi kiri jika posisi kita menghadap ke dalam ruang pamer, yang menampilkan sosok seorang anak yang menatap ke luar jendela saat berada di gerbong kereta.
“Karya ini merepresentasikan bagaimana kita manusia terus melangkah dalam setiap proses yang dihadapi, baik bersama orang yang samabmaupun tidak. Saya mengambil analogi kereta, untuk menggambarkan bahwasannya manusia memang datang dan pergi,” tulis Aliya, dalam keterangan karyanya.

Lalu ada karya bertajuk “6. Musim Kain” yang menampilkan dua buah lukisan: wanita yang tampak terlilit oleh kain hitam, dan sosok yang tampak seperti seorang bayi dalam kandungan yang sedang tertidur.
Lewat catatan kecilnya, Shalza Fitri menulis, karya ini menjabarkan sebuah “musim yang rumit” dengan beberapa lilitan dalam hidup seseorang.

Meski begitu, ia juga menulis “akhirnya tidak perlu banyak mengerutu dan mengutuk. Pada akhirya sepenuhnya ada pada Kehendakku,” yang dapat diinterpretasikan sebagai sebuah penerimaan dari kegelisahannya.

Kurator pameran, Azka Dhiyaulhaq menyebut, Mulasara berawal dari sebuah diskusi sederhana, di mana saat itu masing-masing dari mereka mengutarakan pandangan tentang hidup yang dilalui dalam beberapa waktu ke belakang. Ia juga menyebut, kata “transisi” sebagai kata kunci dan benang merah gagasan berkarya para pameris.

“Barangkali, masing-masing dari kita sadar akan transisi atau peralihan itu, atau bisa jadi tidak sama sekall. Namun bila kita sadar, maka tentu kita bisa sama-sama tahu kalau belum lebih dari 1 tahun lalu kita bersama melewati wabah yang terjadi di seluruh dunia,” tulisnya.
“Lalu pertanyaannya, setelah peristiwa itu berlalu dan banyaknya detail-detail dalam hidup yang ikut berubah terjadi di dalamnya, apa kita sudah cukup untuk mau belajar dari peristiwa besar yang kita lalui bersama itu?” kata Azka, melanjutkan.***