
Suluk Rindu Panji Sakti
Deretan kursi mengitari salah satu sisi kedai kopi yang ruangannya memanjang ini. Sebagian orang memilih untuk duduk di belakang yang merupakan bagian dengan atap terbuka.
Selepas maghrib, lampu-lampu pun dimatikan, menyisakan beberapa lampu sorot saja yang menyala.
Di bawah temaram, terlihat Haidar Bagir, sosok yang diketahui dekat dengan mendiang Jalaludin Rakhmat, cendikiawan muslim yang dikenal sebagai tokoh Syiah asal Bandung.
Duduk di sampingnya, Evie Effendi, “ustadz gaul” yang dikabarkan terafiliasi dengan Persatuan Islam (Persis), organisasi massa yang cukup keras menentang aktivitas Syiah dan berpusat di kota yang sama.
Pemandangan ini cukup menarik karena latar belakang kelompok keagamaan yang diidentikkan kepada mereka cukup bersebrangan.
Keduanya tampak terdiam di tengah riuh rendah percakapan puluhan orang lainnya di ruangan itu, kebanyakan terdiri dari anak-anak muda.

Suasana Konser Intim Panji Sakti, di Abraham and Smith, Tamblong, Bandung, Jumat, 17 Februari 2023. Foto-foto: Tri Aprianto dan Zaenal Muttaqien.
Suasana perlahan sunyi ketika yang ditunggu telah hadir di tengah mereka. Sambil memangku gitar, Panji Sakti mengawali pertunjukannya malam itu.
“Kepada Noor” menjadi lagu pertama yang dibawakannya. Musikalisasi puisi Mohammad Syarif Hidayat mengawali “Konser Intim Bersama Panji Sakti” di Abraham and Smith, Bandung, Jumat, 17 Februari 2023 malam.

Suasana Konser Intim Panji Sakti, di Abraham and Smith, Tamblong, Bandung, Jumat, 17 Februari 2023. Foto-foto: Tri Aprianto dan Zaenal Muttaqien.
Melalui lagu-lagunya, Panji Sakti berhasil membawa penonton larut dalam nyanyian rindu dan perjalanan kembali ke “kampung halaman”, sebuah ungkapan yang dipinjamnya untuk menunjukkan tempat kembali jiwa yang sesungguhnya.
//Rindu adalah perjalanan mengurai waktu
Menjelma pertemuan demi pertemuan
Catatannya tertulis di langit malam
Di telaga dan di ujung daun itu//
Baik Haidar Bagir maupun Evie Effendi tampak hanyut menyelami bait demi bait lirik yang menyerupai kidung tersebut. Meski sama-sama terdiam, kehadiran dan keakraban mereka dengan lagu-lagu Panji Sakti mengungkapkan hasrat yang sama, kerinduan ke “kampung halaman” yang sama.
Cinta, rindu dan penghambaan, yang merupakan tema-tema esoteris spiritualisme Islam (tasawuf), menjadi sajian utama Panji malam itu.
Esensi yang ketika disajikan dengan cangkangnya lebih sering memunculkan pertengkaran ketimbang keakraban.

Suasana Konser Intim Panji Sakti, di Abraham and Smith, Tamblong, Bandung, Jumat, 17 Februari 2023. Foto-foto: Tri Aprianto dan Zaenal Muttaqien.
Iringan Cello Mega Ariani dan Flute Suwarjiki seakan ikut mengiris hati pendengar Panji malam itu, yang biasanya hanya ditemani gitar Andriana Betoth.
Irisan yang menurut Panji perlu kita alami, karena “hanya melalui celah retakan hati itu cahaya dapat masuk menerangi.”
Meski penulis (author) mungkin tidak pernah benar-benar bisa membatasi interpretasi pembaca sebagaimana dugaan Barthes, namun Panji tampaknya ingin agar pesan yang disampaikan tetap hadir bersama konteks dan maksudnya, sebuah kecenderungan gaya performance Panji yang menurutnya menjadi resiko jika mengundangnya tampil, yaitu “berceramah”.
Menutup pertemuan, Panji membawakan lagu berjudul “Sahabat Kita” yang baru saja dirilisnya.
//Sedang kukabarkan padamu, sayang. Ada yang kan datang,
Datang diam-diam, dia memang pendiam.
Bersiaplah sekarang, ringankan beban,
Karena perjalanan masih teramat panjang//.***

Profil Penulis
Iman Haris M. - Menghabiskan sebagian besar waktu luangnya di dunia pendidikan komunitas, meski belakangan mulai mengalihkan perhatiannya pada upaya swasembada foto setelah merasa gagal dengan obsesinya terhadap swasembada pangan.
Tinggalkan Balasan