Simfoni Patetik Diyanto Pamerkan Seri “Untuk dan Atasnama Orang Ramai”

Seniman Diyanto menggelar pameran tunggalnya, “Simfoni Patetik Diyanto,” di Lawangwangi Creative Space, 31 Mei–17 Juli 2023. Melalui 16 karya seri “Untuk dan Atasnama Orang Ramai” dalam ukuran 1.5 hingga 5 meter di pameran ini, Diyanto membentangkan rute panjang yang ia lalui dalam lingkup lukisan hingga seni pertunjukan.

Guru Besar Ilmu Filsafat Universitas Katolik Parahyangan, Bambang Sugiharto ikut merekam jejak Diyanto. Dalam catatan pengantar pameran “Simfoni Patetik Diyanto,” Bambang melihat serangkaian perubahan dalam nuansa karya yang ditawarkan Diyanto dari masa ke masa.

Pada periode awal berkarya sekitar 1987-1989, Diyanto menjadikan ruang gawat darurat Rumah Sakit Ranca Badak (kini Hasan Sadikin) sebagai semacam “base-camp” tempat ia mengamati derita dan ketidakberdayaan manusia.

Karya “Untuk dan Atasnama Orang Ramai #22,” acrylic on canvas 260×560 cm 4panels, di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Lewat sketsa-sketsanya, Diyanto merekam hiruk-pikuk manusia yang sekarat akibat terbakar, yang tewas oleh penembak misterius (Petrus), juga korban-korban tabrakan kereta, atau pun hilir-mudik brankar disertai jeritan-jeritan kesakitan, dll.

Cara ini dilakukan Diyanto dalam rangka melepaskan diri dari ketatnya bayang-bayang formalisme (yang dominan di ITB saat itu), sekaligus juga untuk “menyatakan diri di hadapan kepanikan atas situasi yang terjadi.”

“Situasi itu pada akhirnya menyudutkan Diyanto pada kondisi yang disebutnya, ‘pojok paling gelap wajah kemanusiaan’,” kata Bambang.

Karya “Untuk dan Atasnama Orang Ramai #21,” Acrylic on canvas, 250×420 cm, di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Pengalaman langsung seperti itu dibutuhkan demi mendapatkan modalitas ekspresi yang otentik dan mendalam untuk mendukung gaya ekspresionisme yang ia tekuni, meski di tengah itu sesekali ia mencipta karya-karya instalasi dan performance art.

Pergumulan Diyanto dengan medan derita dan kesakitan itu membuatnya kian berjarak dengan konsep “keindahan.” Ia semakin cenderung mendistorsi bentuk–bentuk.

Sikapnya yang mengutamakan emosi dan gelegak bawah-sadar membuatnya memerlakukan kuas bagai pisau yang menyayat-nyayat daging.

“Dengan itu ia merasa semakin bebas meluapkan jiwa yang mengerang lewat tubuh-tubuh yang meregang. Itu sebabnya karya-karya pada periode ini pun cenderung bersimbah warna darah,” tutur Bambang.

Karya “Untuk dan Atasnama Orang Ramai #20,” Acrylic on canvas, 260×420 (3 panels), di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Seni Pertunjukan

Bambang menakar kecenderungan itu mulai berubah pada periode 1990-1998 sebelum reformasi. Pada periode ini Diyanto semakin terlibat dengan dunia teater.

Dari keterlibatannya dengan Studiklub Teater Bandung (STB) sejak tahun 1980-an, lalu pengalamannya di bengkel kerja bersama Tang Da Wu di Singapura (1987), kemudian ber- lanjut dengan mendalami tata-pentas teater di Augsburg (1992), Diyanto sepertinya menemukan kemungkinan baru dalam berkarya, yakni proses kerja intertekstual dan mixed media.

Pada periode ini, Diyanto banyak memadukan lukisan, biografi benda-benda, dengan resepsi atas puisi, naskah-naskah teater, dan narasi sosial dalam berbagai medium karya instalasi.

Karya “Untuk dan Atasnama Orang Ramai #19,” Acrylic on canvas, 140×250 cm, di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Tahun-tahun ini berbarengan dengan masa-masa menjelang tumbangnya rezim Soeharto. Situasi sosial-politik semakin bergejolak menegangkan.

Para aktivis dan mahasiswa pendemo tiba-tiba ditangkap atau menghilang secara misterius. Berbagai media diberangus.

Di berbagai tempat berkembang diskusi-diskusi tersembunyi membahas situasi yang menekan, penuh kekerasan, dan mengancam.

Detail karya Diyanto di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Kondisi seperti itu membuat Diyanto merasa lebih strategis mengungkapkan sikapnya melalui berbagai media sekaligus, menjadi semacam simfoni tragis yang berlanggam patetik, keras dan mengerikan.

Setelah masa itu berlalu, kondisi pasca reformasi ternyata melahirkan kekacauannya sendiri. Segala dorongan individu yang awalnya tertekan kini seolah meledak tanpa kendali; semua lawan semua; semacam orgi kegilaan dan anomie.

Ketika penguasa tunggal tak ada lagi, semua berlomba menjadi yang tertinggi, dan setiap orang seolah merupakan ancaman bagi yang lainnya. Dalam peristilahan teatrikal Diyanto, kini “manusia tontonan” menjadi “tontonan manusia”.

“Ada benturan antara perspektif Barat yang direguknya dari kelompok teater STB maupun ekspresionisme Jerman, dan perspektif eksperimental dari teater SAE (Boedi S. Otong); benturan yang membuatnya mengalami ‘jeprut’ (kortsluiting) –istilah yang populer di kalangan seniman Bandung kala itu,” tuturnya.

Detail karya Diyanto di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Namun situasi itu bagi Diyanto justru merupakan peluang untuk “meraih kembali makna (ke)-waras-(an) diri,” seperti dikatakannya.

Sejak itu nampaknya Diyanto memang mengubah cara pandangnya dalam berkesenian. Ia mulai semakin mengabaikan batasan-batasan formal antara seni rupa, seni pertunjukan dan sastra; juga antara realitas dan rekaman realitas.

Bila awalnya ia melukis apa yang tertangkap indera secara langsung yang disebutnya “realitas pertama,” kini fokusnya terarah justru pada “realitas kedua,” yakni pada berbagai “teks” yang muncul entah dari benda-benda, tampilan pertunjukan, puisi atau pun imaji-imaji yang berseliweran di media sosial.

Baca Juga :   Menelusuri Diri Lewat Pameran Dystopian Diffraction: New-Self
Detail karya Diyanto di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Alhasil karya-karyanya kini lebih vibran: warna-warna cerah, hiruk-pikuk mixed-media aneka benda, dengan figur percampuran antara chaos dan kegilaan carnivalesque: antara kesedihan dan keceriaan yang anarkis.

Diyanto seolah reseptor dan artikulator saja dari gejolak jaman yang jungkir-balik di sekelilingnya; semacam antena nurani yang menyerap segala peristiwa, bencana dan derita, dengan kegetiran, kemarahan, dan ketidakberdayaan, kadang juga dengan kenikmatan.

“Saya teringat lukisan-lukisan Hieronimus Bosch dan Pieter Bruegel. Karya-karya Diyanto periode ini seperti mengandung aura dan enigma yang serupa dengan karya mereka -kendati dalam konteks dan bentuk yang sama sekali berbeda, yakni: skizofrenia patetik massa. Dan memang, itu situasi kita di Indonesia hari ini, tapi juga di seluruh dunia,” tutur Bambang.

Detail karya Diyanto di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Tontonan Manusia

Diyanto mengungkapkan, dirinya tak cukup memiliki militansi berlebih untuk berpihak sepenuhnya terhadap kepentingan masyarakat melalui kerja kesenian. Tidak sepenuhnya percaya pula bahwa kerja melukis hanya mungkin dicapai melalui kerja isolisasi diri sedemikian rupa.

Di wilayah praktiknya, proses penciptaan karya bagi Diyanto kerap tidak berjalan dalam prosedur yang ketat dalam berbagai konsensus ketertiban kerja kesenian yang memuliakan “keindahan.”

“‘Untuk dan Atasnama Orang Ramai’ pada dasarnya merupakan satu fase pencarian ungkapan artistik yang bertumpu pada upaya merumuskan realitas melalui bahasa untuk melebarkan perspektif pandangan dan memahami relasi produksi pengetahuan di sekitar ‘manusia tontonan’ dan ‘tontonan manusia’,” katanya.

Detail karya Diyanto di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Menjelang situasi reformasi, ia kerap dengan sengaja membocorkan batasan-batasan (konvensi) seni lukis dan pertunjukan dalam kerja (kesenian). Batas tegas konvensi yang tumbuh dalam “bidang datar” dan “ruang proscenium” tidak lagi ia pegang teguh saat melukis.

Ia mulai menggeser persepsi atas realitas sehari-hari untuk tidak sekadar menjadi realitas pertama, sebaliknya teks yang datang dari dunia benda-benda, realitas pertunjukan, puisi (Afrizal Malna) atau serpihan imaji lain dari sosial media adalah daya-daya lain yang turut bekerja dalam proses.

Detail karya Diyanto di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Kehadiran teks semacam itu tak ubahnya seperti catatan kaki (footnote) yang melahirkan tegangan antara “Put” or “Not” dalam proses internalisasi dan keputusan estetik.

Pergeseran posisi antara realitas pertama dan realitas kedua, bagi Diyanto merupakan aspek penting dalam meyakini cara “melihat” dan meraih narasi baru.

Dalam konteks lebih sempit, sosok manusia atau figure (jamak) yang terlukiskan itu kehadirannya bukan untuk mencerminkan realitas pertama, melainkan gambaran realitas kedua (manusia tontonan).

“Dalam koridor pencarian artikulasi artistik dan cara kerja intertekstual, interimagerial dan intereksperensial semacam itu saya berpijak dan merumuskan metafor, menyeret intensi dan menjemput konteks,” katanya.

Detail karya Diyanto di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Mengenal Diyanto

Direktur ArtSociates, Andonowati menuturkan, sejak tahun 2007 ArtSociates telah mengoleksi karya-karya Diyanto. Sejak itu ArtSociates berkomitmen untuk membuka jalur apresiasi dan distribusi agar dapat meningkatkan edukasi masyarakat terhadap seni rupa kontemporer, terutama dalam medium lukis yang pada dasarnya memiliki batasan-batasan formal.

“Pertemuan pertama kali dengan Diyanto sangat menarik, direkomendasikan oleh kurator Asmudjo dan seniman Tisna Sanjaya pada tahun 2007. Terlihat Diyanto telah berhasil mengaburkan batasan-batasan tersebut melalui karya-karya lukisnya yang teatrikal dan puitik. Series “Untuk dan Atasnama Orang Ramai” telah digeluti Diyanto selama 16 Tahun,” kata Andonowati.

Detail karya Diyanto di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Oleh karena itu, ArtSociates membuka kesempatan bagi masyarakat untuk mengenal lebih jauh tentang karya-karya Diyanto melalui pameran tunggal dengan judul “Simfoni

Patetik Diyanto.”

Andonowati menambahkan, pameran tunggal ini ditulis dengan bangga oleh Bambang Sugiharto, seorang filsuf, budayawan, peneliti, dan akademisi ternama yang telah memberikan kontribusi bagi pertumbuhan dan pengayaan perkembangan seni di Indonesia dengan beragam kesempatan, perspektif, dan ide-ide baru.

“ArtSociates mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah memberikan dukungan dalam perjalanan kami, termasuk kolektor, kurator, seniman, galeri, dan semua orang yang berpartisipasi dan berkontribusi. Kami juga berterima kasih kepada staf Lawangwangi dan ArtSociates serta suami saya, Brenny van Groesen. Semoga pameran ini dapat sukses dan membawa manfaat bagi perkembangan seni rupa kontemporer di Indonesia. Kami berharap khalayak dapat menikmati dan mengapresiasi pameran ini,” katanya.

Baca Juga :   La Joie de Vivre, Fase Ibu di Kehidupan Seniman Perempuan
Detail karya Diyanto di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

Diyanto

Pameran Tunggal

2014: ‘Troubadour Magma’, Thee Huis Gallery, Taman Budaya Jabar.

2010: ‘Over the Border’, Sunan Ambu, STSI Bandung.

2008: ‘Minima Moralia’, Canna Gallery, Jakarta. 2002: ‘Sosok/Tubuh’, Mondecor Gallery, Jakarta. 2002: ‘Halaman Terbakar’, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung.

2001: ‘Zeroretorika’, Café Modernekunst Museum Pasau, Jerman.

2000: ‘Undangan Lalat’, Koong Gallery, Jakarta.

1999: ‘Lukisan dan Instalasi’, Millennium Gallery, Jakarta.

1998: ‘Batu yang tak sampai padamu’, Bandung Gallery, Bandung.

1994: ‘Put-Not’, Galeri Seni Rupa Taman Budaya, Surakarta.

1990: ‘Kasidah Izrail’, Alliance Francaise, Bandung.

Pameran Bersama

2023: ‘Aesthetic Defence Mechanism’, Galeri Teras, Nu Art sculpture park, Bandung.

2023: ‘‘Hitam’’, Grey art gallery, Bandung.

2022: ‘ArtistBook’, Thee Huis gallery, Taman Budaya Jabar.

2021: ‘Creative Feedom to Heal The Nation’, National Library, Jakarta.

2020: ‘There and Then: art after Global Pandemic’, Sakarsa Artspace, Bekasi.

2020: ‘‘Energy’’, Galeri Pusat Kebudayaan Bandung.

2019: ‘Japuik Tabao, Jilid 3’, Bentara Budaya, Jakarta.

2019: ‘‘Wickerwork’’, kelompok (I)Lalang, Thee Huis Gallery, Taman Budaya Jabar.

2019: ‘‘Wajah-wajah Imajiner’, Galeri Pusat Kebudayaan, Bandung.

2018: ‘Spektrum’- Hendra Gunaawan’, Ciputra Museum, Jakarta.

2018: ‘ArsTropika’, galeri Taman Budaya Kalimantan Tengah.

2017: ‘Pameran Bersama’, Surabaya Art Center, Surabaya.

2016: ‘Manifesto 5- Arus’, Galeri Nasional Indonesia.

2015: ‘Kunst und Umwelt’, Gedung YPK, Bandung.

2015: ‘Akumulasi’, Gedung Gas Negara, Bandung.

2015: ‘Untaian Sotis’, Galeri Taman Budaya Nusa Tenggara Timur.

2014: ‘Jeprut permanen artefact’, Galeri Soemardja ITB.

2014: ‘SwaraNusa’, Galeri Taman Budaya Provinsi Papua.

2014: ‘Katumbiri’, Galeri Roemah Teh, Taman Budaya Jabar.

2013: ‘Jiwa Ketok dan Kebangsaan’, Galeri Nasional, Jakarta.

2013: ‘Seni Rupa Tenda’, Monumen Perjuangan Jawa Barat.

2012: ‘9 artist’, Artscene Kinabalu, Sabah, Malaysia.

2012: ‘Save Baksil’, Yayasan Pusat Kebudayaan, Bandung.

2012: ‘Manifesto # 3’, Galeri Nasional, Jakarta.

2011: ‘1001 Doors–reinpenting traditions’, Ciputra Museum, Jakarta.

2011: ‘Flight for Light’,Art:1-Mondecor Museum, Jakarta.

2011: ‘Bayang’, Contemporary Islamic Art, Galeri Nasional, Jakarta.

2011: ‘Seni rupa Tenda’, di Cirebon dan Cianjur.

2011: ‘Keruh’, Yayasan Pusat Kebudayaan, Bandung.

2010: ‘Tramendum’, Philo Art Space, Galeri Nasional, Jakarta.

2010: ‘Sign and after’, Lawangwangi artspace, Bandung.

2010: ‘Ecce Homo’, Semarang Contemporary Art Gallery.

2010: ‘Amazing Grace’,Orasis Galleri, Surabaya.

2010: ‘Dimention’, Elcanna Fine Art, Jakarta.

2009: ‘Middelbare akte’, Galeri Soemardja ITB, Bandung.

2009: ‘Janos’, T-art Space, Ubud, Bali.

2009: ‘Art (i) culation’, Hanna Art Space, Ubud, Bali.

2009: ‘Megatruh Kambuh’, Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung.

2009: ‘Kado # 2’, Nadi Gallery, Jakarta.

2009: ‘Happiness 9’, Philo Art Space, Jakarta. 2009: ‘Up and Hope’, D’ Peak Art space, Jakarta. 2009: ‘Seni Rupa 8012345’, Galeri Taman Budaya Jabar.

2008: ‘E-motion’, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.

2008: ‘Rendezvous’, CG artspace, Jakarta.

2008: ‘Manifesto’, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.

2008: ‘Sensi’, Philo Art Gallery, Jakarta.

Detail karya Diyanto di Pameran tunggal “Simfoni Patetik Diyanto,” Lawangwangi, 31 Mei–17 Juli 2023. Foto: Artsociates.

2007: ‘22nd Asian International Art’, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung.

2007: ‘Amorfati’, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung.

2007: ‘Keruh’, Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung.

2006: ‘Biennale Jakarta 2006’, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.

2006: ‘Milestone’, Icon Gallery, Jakarta.

2006: ‘Indonesian Traffic’, Mondecor Gallery, Jakarta.

2006: ‘The Gate’, Semar Art Gallery Malang dan Wuhan, China.

2005: ‘Artsenic’, Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung.

2005: ‘Petisi Bandung’, Langgeng Gallery, Magelang.

2005: ‘Celebrations’, Orasis Gallery, Surabaya. 2005: ‘Here and Now’, Ramzy gallery, Jakarta. 2005: ‘Roman Bandung’, Gallery Kita, Bandung. 2005: ‘In The Name of …’, Studio Pintu Merah, Bandung.

2005: ‘Pseudo Still Life’, Semarang Contemporary Art Gallery.

2005: ‘Aku, Chairil dan Aku’, Nadi Gallery, Jakarta.

2004: ‘Sejarah Terpisah’, Sanggar Luhur, Bandung.

2004: ‘Wings of Words Wings of Colour’, Langgeng Gallery, Magelang.

2003: ‘CP Open Biennale’, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.

2003: ‘Face Off’, Langgeng Gallery, Magelang.

2003: ‘Surabaya Art Festival’, Surabaya. 2003: ‘Destiny’, Ilen Art Gallery, Jakarta. 2002: ‘State of Insight’, Edwin Gallery, Jakarta. 2002: ‘Mata’, Nadi Gallery, Jakarta.

Baca Juga :   Pameran The Untold Story: Singgungan Manis Si Mata Sinis

2002: ‘Aura Machine’, Fabrieck Art Project, Bandung dan Jakarta.

2002: ‘Mata Hati Demokrasi’, Taman Budaya Surakarta.

2002: ‘Dari Abstrak ke Metafor’, Adira Gallery, Bandung.

2001: ‘Wind of Artist In Residence’, Fukuoka Asian Art Museum, Japan.

2001: ‘BAE – Biennale’, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung.

2001: ‘Not I, Am I ?’, Nadi Gallery, Jakarta.

2001: ‘Refleksi’, Edwin Gallery, Jakarta.

2001: ‘Carvediem’, GSPI, Bandung.

2000: ‘The 15th Asian International Art’, Tainan Cultural, Taiwan.

2000: ‘Seni Mencurigai Manusia’, Koong Gallery, Jakarta.

2000: ‘Figur Di Abad Baru’, Edwin Gallery, Jakarta.

2000: ‘Siapa Takut’, Studio R 66, Bandung. 2000: ‘Untitle Display’, Padi Gallery, Bandung. 2000: ‘Sketsa dan Drawing’, Adira Gallery, Bandung.

1999: ‘Seni Publik Rakyat Miskin Kota’, Gallery Nasional, Jakarta.

1999: ‘Contact Unstable Field of Power’, John Curtin Gallery, Perth.

1999: ‘Pameran Bersama’,Edwin Gallery, Bali.

1999:  ‘Art Exchange’, (Australia–Indonesia), Galeri Soemardja, ITB.

1999: ‘Ecce Homo’, Gallery Sunan Gunung Jati IAIN, Bandung.

1998: ‘Belok Kiri Jalan Terus’, Padi Gallery, Bandung.

1998: ‘Biennale Seni Lukis, Jakarta XI’, Galeri Cipta II TIM, Jakarta.

1998: ‘Pameran Bersama’, Galeri Taman Budaya, Bali.

1998: ‘Ruwatan Bumi’, Studio Pohaci, Bandung.

1997: ‘Pada Tanah, Air dan Ibu Kami Bertanya’, Galeri Taman Budaya Jabar.

1997: ‘Trans – Aksi’, Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung.

1997: ‘AXIS’, (Seni Rupa Indonesia – Belgia) Galeri Nasional, Jakarta.

1997: ‘Contemporary Art’, Istiqlal Museum, TMII, Jakarta.

1996: ‘Biennale Seni Lukis Jakarta X’, Galeri Cipta II, Jakarta.

1996: ‘Berdua’, Gallery Cipta II, TIM, Jakarta.

1995: ‘Contemporary Art Of The Non-Aligned Countries’, Galeri Nasional, Jakarta.

1995: ‘Art Exhibit’, Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung.

1994: ‘Exodus’, Plaza Bintaro, Jakarta.

1994:  ‘4 Painter’,(Indonesia–Amerika), Surabaya.

1993: ‘Biennale Seni Rupa Jakarta IX’, Galeri Cipta II, TIM Jakarta.

1992: ‘Instalasi 5–Considering to tradition’, Hidayat Gallery, Bandung.

1992: ‘Kongres Kebudayaan Asia’, Konigstein Frankfurt, Jerman.

1992: ‘The 6th Asian International Arts’, Tagawa Museum of Art, Japan.

1991:   ‘Sebab Kami Mimpi’, DKS dan Decenta, Bandung.

1991:   ‘Lintas Borneo’, Kutai, Kalimantan.

1991:   ‘Caruban Sembilan’, Kraton Kasepuhan, Cirebon.

1990:  ‘Bandung–Braunschweig’, Galeri Soemardja, Bandung.

1989: ‘Kompetisi Pelukis Muda Indonesia’, Aula Timur ITB.

1989: ‘Tiga Pelukis Muda Bandung’, Indonesia Amerika, Bandung.

1988: ‘Seni Murni 88’, Aula Timur ITB.

1988: ‘8 Penerima Anugrah Seni dan 17 Pelukis’, Depdikbud, Jakarta.

1987: ‘The 6th ASEAN Young Painter’, National Museum Singapura.

1987: ‘ASEAN-SANDIVA’, Kulay Diva /Contemporary Art Museum, Manila.

1986:  ‘Darurat–Ganksal’, CCF Bandung dan Seni Sono, Yogyakarta.

1985: ‘Berdua Belas’, Alliance Francaise, Bandung.

1985: ‘Kelompok 12’, Goethe Institute, Bandung.

1982: ‘Eksperimen Citra satu’, Partere Bumi Siliwangi, Bandung.

Pameran Bersama

2014: ‘Kabinet Bantal’-1st Annual Jeprut: jeprut Permanen’, Bandung.

2014: ‘Untuk apa Seni?’, bersama Ke’ruh di lapangan merah FSRD-ITB.

2014: ‘Sepotong puisi, doa dan gunung sampah’, bersama Ke’ruh dan Lee Wen.

2014: ‘If the World change’, Singapore Biennale, SAM, Singapore.

2013: ‘Long Live Mandela’, bersama Ke’ruh di Sungai Cikapundung, Bandung.

2013: ‘Demi ranting pohon’, YPK, Bandung.

2013: ‘The Dog’, Catatan akhir tahun, Kebun Seni, Bandung.

2012: ‘Sehari, tak ada manusia’, Braga Festival, Bandung.

2011:   ‘Sejengkal Lebih Sedepa’, Platform 3, Bandung.

2010: ‘Pengakuan di kolong meja’, YPK, Bandung.

2007: ‘Back to Fire’, Potluck Café, Bandung.

2003: ‘This pillow for you’, di Surabaya Art Festival.

2001: ‘Connecting me to any World’, Hakata Riverrain, Fukuoka, Japan.

2001: ‘Under The Same Sun’, Hakata Riverrain, Fukuoka, Japan.

2001: ‘Fragile Border’, Ajibi Hall, Fukuoka Asian Art Museum, Japan.

2001: ‘Growing up in Bitterness’, Fukuoka Asian Art Museum, Japan.

2001: ‘Read not to be read, write not to be write’, BAPAF, Bandung.

1999: ‘Rastakali’, Festival Dago, Bandung.

1993: ‘Alternative Arts Festival’, Swiss dan Jerman -Teater SAE.

1988: ‘Ode Kedung Ombo’, Lapang tengah, ITB.

1988: ‘Sumber Waras’, Eksperimen Gerak dan Rupa, Bandung.***

Posts created 399

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Begin typing your search term above and press enter to search. Press ESC to cancel.

Back To Top