Pameran lukisan dan pagelaran musik jaz berpadu asyik di acara bertema “Irisan dan Persinggungan,” di Bale Pare Kota Baru Parahyangan. Acara yang diselenggarakan Bale Seni Barli Kota Baru Parahyangan dan Yayasan Parahyangan Satya ini akan berlangsung 28 Mei-10 Juni 2023.
Musisi yang tampil berasal dari Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Jakarta. Artis yang tampil bersama Harbie Hancock Institute of Jazz yakni Arlo Hennings, Panji Sakti, Farah DI, Arnie She, Sonny Akbar, Boyke Priyo Nugroho, Arfan Gates, lalu ada Guruh, Nico Horisson, Ringga Hardika, Claresta Santos, dan Virageawie Bamboo Music
Sedangkan pameran 38 karya rupa terpilih dari para pelukis Kabupaten Bandung Barat diisi Agung Jack, Anggawedhaswhara, Dani Suhendar, Dona Art_Bdg, Hamdani, Ida Farida Sunarya, Jaja Ilalang, kemudian John Rudolf Sumule, M. Abdan, M. Noor, Muhammad Nasruullaah, Nida Azhari, Karyana Tri Utama, ada lagi Samuel Sammy H. Syauta, Sandra Hamidah, Sobirin, Revina Friday, Wina Aprisya, dan Zikry Rediansyah.

Pameran
Pameran lukisan “Irisan dan Persinggungan,” yang dikuratori Rudi St Darma dan Anton Susanto ini menampilkan karya-karya yang diilhami oleh perpaduan beberapa karakter karya seni, peristiwa budaya atau bisa juga gaya hidup sehingga menjadi hal yang baru atau bersifat hybrid, atau bahkan bisa juga perpaduan tersebut sebenarnya sudah menjadi gaya hidup jauh sebelumnya tapi tidak kita sadari.

Melalui catatan pengantar pameran, Rudi St Darma menuturkan, tema “Irisan dan Persinggungan” adalah prediksi di awal proses kurasi. Secara acak pameran ini mempertemukan 20 seniman, peserta undangan yang mempunyai perbedaan latar belakang pengalaman, usia, pendidikan, marital, dan profesi.
Bahkan, pameran ini berusaha mempertemukan perbedaan cara berpikir.
“Walau tidak terperinci, kondisi ini bisa dilihat ada pemahaman berjarak dari masing-masing seniman peserta terhadap mekanisme kerja seni dan gambaran terkini pencapaian artistic, yang diwakili pelaku seni ‘arus utama’ disertai dukungan para stakeholder seperti art market, kurator, galeri, museum, balai lelang, kolektor, investor dan media informasi di medan seni,” kata Rudi.

Pameran yang dilaksanakan di Bale Pare ini merupakan bagian dari event festival Art ‘N Culture Fusion. Berafiliasi dengan lembaga dunia di bidang edukasi, ilmu pengetahuan dan budaya UNESCO, dan pengelola kawasan Kota Baru Parahyangan, Bale Seni Barli berharap acara ini menjadi pencapaian mutahir karakter penggayaan dari karya-karya tiap peserta.
Rudi menambahkan, dalam prosesnya hal tersebut memang seperti sulit dicapai. Kerja seni jadi dipahami sangat canggung dan rumit walau semua bekerja atas nama karya seni.
Kendala ini muncul dari cara membaca kurasi, berikutnya bagaimana menginterpretasikan tema sebagai gagasan awal ke dalam media, bahkan pola kurasi menjadi sekadar formalitas. Berikutnya kerja kurasi dialihkan menggunakan pendekatan konsultasi dan tatap muka.

Hal itu dilakukan untuk mengingatkan kembali, membuka cakrawala berpikir, memaksimalkan potensi setiap peserta. Ia menuturkan, sebenarnya para seniman sudah punya keterampilan dasar untuk lebih mengembangkan karya mendekati ekspektasi soal bagaimana seharusnya karya-karya yang hadir di pameran, atau hadir di ruang publik agar bisa lebih aktual, menarik secara wacana dan artistik.
Situasi ini tidak bisa dipungkiri ada pengaruh dari keterkaitan “circle,” lingkaran keterhubungan yang menggambarkan posisi sebagai strata dan lingkungan di mana mereka tumbuh, dan kurangnya komunikasi, pergesekan pengetahuan, dan informasi dari lingkungan lain yang lebih besar.

Karena seperti diketahui, kata Rudi, medan sosial seni merupakan wilayah percepatan dan bersifat politis sekaligus strategis. Ini logika yang bisa diukur berdasarkan kenyataan dan pengalaman.
“Tapi bukankah setiap manusia berhak punya sejarahnya sendiri, menentukan nasibnya, menjalankan pilihannya sehingga pandangan konvensi sebagai kesepakatan di dunia seni bisa dilanggar, dan terus mempertahankan kekeraskepalaan mengemukakan ego untuk berebut panggung. Tidak lebih tidak kurang,” tuturnya.
Rudi mengatakan, pameran ini tidak sedang mempresentasikan pencapaian artistik. Melainkan lebih kepada kesadaran masing-masing membuka cara berpikir, bertindak, membentuk pengalaman berbeda, lebih berstrategi, menghadirkan karya di ruang publik dengan pendekatan sistematis.

Pameran ini adalah ajang pertarungan dan pertaruhan reputasi siapapun yang terlibat, dari mulai kompleksitas dasar perbedaan hingga melalui proses informasi edukasi kemudian dieksekusi sebagai pameran.
Dan kita akan menemukan cerita lain: kecenderungan yang semakin menguatkan bagaimana sistem kerja seni memang unik, di mana keberhasilan itu merupakan sebuah misteri, perjalanan tanpa akhir bagi para pelakunya.
“Para perupa adalah peserta sesungguhnya yang harus bisa memanfaatkan dengan maksimal peluang untuk meningkatkan pengalaman eksistensi sekaligus portofolio dari pameran ini,” kata Rudi.

Sejumlah acara dihelat dalam kegiatan ini seperti Pagelaran International Jazz Day, pada 28 Mei, Bedah Buku “Jazz For You” karya Ringga Hardika, Live music Jazz, pada Sabtu, 3 Juni, Wokshop Batik bersama Teryzza Batik, pada Minggu, 4 Juni, serta Diskusi Seni dan Lukis “On The Spot,” pada Sabtu, 10 Juni 2023.
Karya-karya pameran ini bisa dilihat di Galeri Foto Mikrofon.id melalui link berikut: Galeri Foto Pameran Irisan dan Persinggungan.***