Pameran Up Instant Bongkar Ruang Ingatan Memori Bersama

Fotografer kamera instan Utama Putranto menampilkan 500 foto wajah dalam pameran “Up Instant: Framing Memories, (Un)Framing Identities,” di RAWS Syndicate, Lantai 3 Pasar Cikapundung, beberapa waktu lalu.

Pameran ini hadir dari ide bahwa ingatan manusia memiliki sejumlah keterbatasan. Salah satunya ialah kemampuan mengingat kurang lebih 5.000 wajah saja, dan itupun memerlukan kecanggihan strategi serta akal dalam mengatur memori agar tidak hilang dan terdistorsi.

Karya Utama Putranto menampilkan 500 foto wajah dalam pameran “Up Instant: Framing Memories, (Un)Framing Identities,” di RAWS Syndicate, Lantai 3 Pasar Cikapundung, 31 Januari 2023. Foto: Rayhadi Shadiq.

Lewat “Up Instant”, Utama menghadirkan potret dengan kamera instan dan dari jarak yang sangat dekat. Proses kreatifnya juga menggunakan pencahayaan kamera agar identitas subyek fotonya tampak kabur.

“Portrait yang ada di pameran ini agaknya menabrak kebiasaan yang biasa terlihat dalam foto portrait pada umumnya. Subyek di pameran ini dipotret dengan jarak yang sangat dekat, menggunakan flash, dan juga menggunakan kameran instan. Begitu juga dengan menghilangkan hampir seluruh atribut latar yang difoto serta membingkai wajah dengan bingkai yang terlampau sempit,” tutur Baskara Puraga, kurator pameran ini dalam catatannya.

Dengan menggunakan media foto-stiker sebagai alat presentasi, Utama memberikan tawaran kepada subyek yang pernah difoto untuk mengambil dan mencabut kembali memori yang pernah direkam sebelumnya, sehingga terjadi dialog antara yang dipotret dan yang memotret.

Karya Utama Putranto menampilkan 500 foto wajah dalam pameran “Up Instant: Framing Memories, (Un)Framing Identities,” di RAWS Syndicate, Lantai 3 Pasar Cikapundung, 31 Januari 2023. Foto: Rayhadi Shadiq.

Hal ini dilakukan agar fotografer setara dengan yang dipotretnya. Mereka tidak terjebak pada kondisi superior-inferior.

Pada akhirnya, “Up Instant” memberikan kemungkinan untuk membicarakan memori kolektif yang dihadirkan lewat wajah-wajah yang tampil di pameran ini sehingga bisa ditampilkan lagi menjadi memori yang eksklusif bagi subyeknya.

“Dengan praktik ini, identitas fotografi portrait menjadi lebih dinamis, sehingga bisa dibicarakan kembali di masa yang akan datang,” tuturnya.***

Profil Penulis

Suka menulis, musik, fotografi, bengong, menyendiri, dan lihat pohon. Pernah keluar tidak baik-baik dari salah satu perusahaan media beken di Jakarta lalu di-doxing setelahnya. Pernah diolok-olok geng ibu-ibu wellness di Bandung. Menjalankan proyek musik iseng bertanggung jawab bersama Rayhadi & Proyeksantai dan dalam proses perilisan album pertama yang belum kunjung rampung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: