D Gallerie menggelar pameran tunggal karya perupa Iwan Suastika bertajuk “The Man Who Carried A Mountain” yang dihelat sepanjang 12 Agustus hingga 12 September 2023. Pameran ini menyajikan fenomena perubahan lingkungan alam dan sosial kita yang kian antroposentrik.
The Man who Carried a Mountain adalah lawatan duka ekologis yang disajikan dengan corak surealistik berbalutkan imajinasi metaforis di atas kanvas dan karya patung yang digarap Iwan Suastika sepanjang tahun 2022 hingga pertengahan tahun 2023.

Alam hayati dihadirkan berevolusi dalam fitur-fitur imajinatif secara tragis dan paradoksal. Karya-karya ini seraya ingin menggulirkan pertanyaan di ruang publik dan menggugah kita bersama: Apa yang akan kita wariskan kepada generasi selanjutnya, sekaligus membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan yang sejati dengan perubahan alam yang berkelindan pada nilai sosial, kebudayaan bahkan politik yang tidak terhindarkan ini.

Iwan menempatkan sosok manusia yang menjadi gagasan utama di antara fenomena dan tantangan ephemeral terjadi di zaman ini. “Perubahan iklim, kerusakan alam, bencana alam, tantangan kesehatan serta budaya paska manusia yang tidak terhindarkan lagi. Kehadiran sosok manusia digambarkan berada pada puncak peradaban, sementara entitas nonmanusia lainnya berada pada orbit peradaban manusia. Konsekuensinya manusia wajib memikul tanggung jawab besar yang bersumber dari hasratnya sendiri. Sekaligus untuk membatasi ambisinya yang mungkin belum disadarinya, hasrat antroposentrik,” ujar Iwan.

Pendiri dan pemilik dari D Gallerie, Indira Esti Nurjadin menyambut hangat kehadiran karya-karya istimewa Iwan Suastika di pameran “The Man Who Carried A Mountain” ini. Dari karya Iwan yang dipamerkan cukup banyak merefleksikan perjalanan ekologi beserta peran manusia yang menjadi poros dalam tema karya.
“Pada pameran ini, Iwan Suastika menyajikan sikapnya sebagai generasi yang mewakili zaman ini, di mana perubahan alam yang terjadi secara global,” tuturnya.

Percepatan Besar
Mendampingi pameran ini, Ignatia Nilu menuliskan catatan yang menelusuri bentangan perubahan peradaban dengan antroposentrisme sebagai pembentuk sejarahnya.
Ia menunjuk revolusi pertanian dan uji coba radio nuklir, yang sekaligus bersamaan dengan revolusi industri adalah titik awal babak baru peradaban permulaan Antroposen.
Bahkan setelahnya kedatangan Christopher Columbus di Amerika memulai pertukaran orang, tanaman, dan penyakit. Para peneliti mengatakan kedatangan orang Eropa di Amerika 100 tahun sebelumnya adalah awal dari transformasi global yang besar.

Dalam sebuah jurnal dikatakaan,”Perdagangan global terjadi secara ekstensif paska ekspedisi Colombus. Terjadi migrasi cepat spesies, Jagung dari Amerika Tengah ditanam di Eropa selatan dan Afrika dan Cina. Kentang dari Amerika Selatan ditanam di Inggris, dan sepanjang Eropa hingga Cina. Spesies sebaliknya: gandum datang ke Amerika Utara dan gula datang ke Selatan Amerika dan pencampuran spesies yang nyata di seluruh dunia. Sebuah kenyataan yang tengah menempatkan Bumi pada lintasan evolusi baru.”

Nilu menebalkan peristiwa di pertengahan 1960-an, saat perubahan besar bergeliat di segala sesuatu di planet ini yang disebut “percepatan besar.” Dengan populasi meningkat sebesar 2 persen per tahun, muncul perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam pertanian dan produksi pangan.
Selain peristiwa itu, masih banyak lagi sinyal yang berkaitan kuat dengan “percepatan besar” di pertengahan abad ke-20. Fenomena yang tidak kalah penting adalah tes senjata nuklir pada pertengahan abad ke-20 juga meninggalkan sinyal yang jelas tentang pengaruh aktivitas manusia terhadap Bumi.

Pergeseran Nilai
Dalam karya-karya “The Man Who Carried A Mountain,” antroposentrik ditampilkan dalam corak visual surealistik. Iwan menggarap ruang artistik yang bebas; bermain-main dalam imajinasi zaman tanpa batas. Kanvas dan patung menjadi mantra samastanya.
Alam yang niscaya abadi turut digambarkan memperbaharui dirinya beserta fitur-fiturnya yang terkini. Iwan menyajikannya dalam serial karya ini secara tragis. Seperti halnya yang kita saksikan semenjak zaman paleosentrik, zaman es, megalitikum, bumi dan isinya terus berubah. hingga kondisi alam saat ini yang secara ekstrem terancam keberadaannya.

Waktu menjadi melingkar, tidak lagi menatap lalu, kini, dan nanti. Namun menjadi kesinambungan yang utuh di narasi karyanya.
“Ia membawa kita berkelana dalam samasta imaji yang diciptakannya. Secara personal, ia menyatakan kesadarannya terhadap pergeseran nilai di masa ini. Khususnya nilai dan metode edukasi,” ucap Nilu

Nilu menambahkan, realitas menciptakan pemikiran dan pemikiran menciptakan metode. Manusia terus menerus bersiasat untuk bertahan dengan kondisi alam, tragisnya manusia kerap kali ingin mengakali alam. Realitas alam di masa sebelumnya menciptakan metode untuk kita memahami kehidupan.

Sehingga tanpa sadar kita tengah digugat untuk memahami ke mana pemikiran generasi selanjutnya akan bersandar dalam memahami sekitarnya yang perlahan tidak lagi menjadi tempat yang aman. Sebuah babak baru yang berpengaruh besar terhadap cetak biru manusia-manusia masa depan.
“Karya-karya ini seraya ingin menggulirkan pertanyaan di ruang publik. Apa yang akan kita wariskan kepada generasi penerus/selanjutnya. Sekaligus membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan yang sejati dengan perubahan alam yang tidak terhindarkan ini,” ujar Nilu.

Iwan Suastika merupakan pria kelahiran Yogyakarta, 1992. Ia menempuh studi formal seni desain komunikasi visual grafis di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Iwan adalah perupa muda yang aktif mengikuti pameran, art fair, dan berbagai penyelenggaraan seni rupa Indonesia.
Ia menerima penghargaan Silver Award oleh UOB Painting of the year 2014 lalu. Ia berkarya dengan medium kertas, kanvas dan patung. Karya-karyanya merupakan responsnya terhadap kondisi lingkungan sosial, lingkungan alam hingga politik. Secara dinamis, ia juga mengartikulasikan berbagai ragam bentuk figur, spesies, lanskap selayaknya montase yang dijahit rapi dalam realitas yang baru, realitas yang fantastik yang mewujud dalam corak karya yang surealistik secara menawan.
Karya-karya Iwan Suastika di pameran “The Man Who Carried A Mountain” ini bisa dilihat juga di Galeri Foto Karya Mikrofon.id, dengan akses melalui link berikut: Galeri Karya The Man Who Carried A Mountain. ***