Pameran Batang Mati Cendawan Tumbuh, Respons Seniman Muda atas Karya Selasar Sunaryo

Berangsur pulihnya kondisi negeri dari pandemi, Selasar Sunaryo Art Space mulai membuka ruang pameran. Untuk membangkitkan kehidupan seni rupa, Selasar Sunaryo harus menambah terobosan baru.

Maka, dipilihlah Ruang Sayap yang merupakan bagian dari ruang pamer Selasar Sunaryo Art Space sebagai proyek pelopor Pameran Batang Mati, Cendawan Tumbuh, yang berlangsung 25 Maret hingga 29 Mei 2022. Pameran bertajuk Batang Mati, Cendawan Tumbuh menampilkan karya baru dari Nadya Jiwa Saraswati dan Rizal N. Ramadhan, sekaligus rintisan Puja Anindita sebagai kurator muda.

Jiwa dan Rizal mendapat kesempatan untuk mengolah karya hasil merespons salah satu koleksi karya SSAS yakni Sungai Kehidupan, yang merupakan bagian Pameran Aku Adalah Bumi dan Seri Lainnya karya Yudi Yudoyoko pada 2012.

Sungai Kehidupan merupakan karya sementara. Kemudian Selasar mempertahankan, ditutup panel, dan baru dibuka lagi tahun ini. Batang Mati, Cendawan Tumbuh menjadi ungkapan kedua perupa ini tentang ketidakkekalan yang justru memberi harapan bagi lahirnya wujud baru: Seperti jamur yang tumbuh pada sisa-sisa makhluk yang pernah hidup.

Jiwa dan Rizal tidak menganggap Sungai Kehidupan sebagai karya yang telah berakhir. Karya ini dapat dimaknai kembali sebagai ruh, spirit, nafas, atau daya hidup bagi terciptanya karya-karya baru.

Mural yang menggambarkan “pohon hidup” itu adalah pameran pertama Yudoyoko di Tanah Air sejak ia pindah ke Uruguay pada 2003. Setelah pameran itu usai, SSAS lalu mempertahankan Sungai Kehidupan, menutupnya dengan panel, dan sekarang kembali dibuka kepada publik.

Mural itu menggambarkan “pohon hidup” yang dihinggapi puluhan wayangan burung warna-warni serta nama-nama sosok di antaranya.

Siklus Hidup

Rizal dan Jiwa berangkat dari amatan mereka terhadap kondisi Sungai Kehidupan kini, yang beberapa bagiannya telah termakan usia, meski tulisan nama-nama masih tampak jelas seperti sediakala.

Rizal dan Jiwa melahirkan tafsir soal yang abadi dan yang sementara, maupun tentang kematian dan kehidupan. Kedua sisi itu sebenarnya saling menunjang demi keberlangsungan siklus hidup.

Mereka menampilkan instalasi, cetak digital, serta lukisan yang memalih “sosok” hingga asing dan tak mudah dikenali. Karya-karya yang hadir menjadi di antara makhluk dan objek, berulang-alik di antara jelas dan terpiuh atau terdistorsi.

Di awal prosesnya, Puja menemui Rizal yang kebetulan sedang asyik mengolah sampah plastik. Rizal sedang menekuni karya dari material plastik juga pemanfaatan 3D print.

“Plastik telah menjadi masalah saat ini. Dia (Rizal) membayangkan bahwa dari sampah plastik itu juga menghasilkan kehidupan lain,” kata Puja.

Plastik yang terkena proses pembakaran, termasuk beberapa menggunakan blow torch, memunculkan sifat seolah-olah organik, seolah-olah jaringan, otot, atau daging, menjadi menarik karena material yang sintetik jadi terlihat sangat organik. Dari temuan Rizal, meski daur hidupnya dari pohon purba, makhluk hidup purba untuk kemudian menjadi minyak dan sebagainya, material sintetik tetapi ada sifat organiknya.

“Jiwa dari dulu karyanya memang ke arah figuratf tetapi lebih ekspresif, termasuk cara melukisnya. Insting menjadi respons Rizal pada Sungai Kehidupan, membuat satu sosok seperti bangkai dari plastic kemudian ada sulur-sulur yang akhirnya mengarah ke sebuah wadah air, dan beberapa menyambung ke objek sosok seperti alien, asing,” kata Puja.

Melalui mural Sungai Kehidupan, Jiwa mengalirkan idenya ke berbagai karya berwujud sosok-sosok dari nama-nama penghuni batang pohon Sungai Kehidupan karya Yudi Yudoyoko.

Lewat sosok siluet burung dan dari nama-nama yang tertulis di Sungai Kehidupan. Jiwa bertanya-tanya, apakah sosok itu ada atau tidak? Jangan-jangan cuma imajiner. Ia membayangkan itu dan tuangkan kepada sosok yang ia lukis seperti sosok manusia gesturnya berjalan. Namun, wajah dan lainnya tidak bisa ditangkap.

“Dari diskusi yang dilakukan dengan kedua seniman, kami bertiga bersepakat bahwa Sungai Kehidupan dapat ditilik dari macam-macam hal. Rizal memilih untuk menanggapi bentuk serta material organik dan anorganiknya. Sedang Jiwa tertarik pada nama-nama serta siluet berbentuk burung, yang baginya menggambarkan ada dan nirada. Batang Mati, Cendawan Tumbuh menjadi ungkapan kedua perupa tentang ketidakkekalan yang justru memberi harapan bagi lahirnya wujud baru,” tutur Puja.

Inkubasi Selasar

Sebagai lembaga yang telah berdiri selama 20 tahun lebih, SSAS telah mengorganisir beragam program yang bertujuan untuk mendukung pengembangan praktik dan pengkajian seni dan kebudayaan visual di Indonesia.

Melalui Pameran Batang Mati, Cendawan Tumbuh, ini merupakan kali pertama SSAS mengundang seniman dan kurator muda untuk hadir dalam pameran sebagai respons terhadap salah satu karya koleksinya.

Rizal N. Ramadhan dan Nadya Jiwa Saraswati asal Bandung memperoleh kesempatan perdana proyek SSAS terbaru ini. Awalnya, Kurator Pemangku SSAS, Heru Hikayat, mendapat permintaan dari Direktur Artistik SSAS, Arin Dwihartanto Sunaryo supaya Ruang Sayap dijadikan area inkubasi seniman dan kurator muda.

Ruang Sayap bakal dijadikan ruang bakar ide segar, dari pelaku seni yang bersemangat untuk mematangkan karier kesenimanannya.

“Sungai Kehidupan dari Yudi Yudoyoko ini sudah 10 tahun baru dibuka. Kondisinya tadinya ada beberapa bagian yang memang rusak. Kemudian oleh Selasar diperbaiki. Setelah itu saya dipanggil oleh Mas Arin, diminta seniman muda untuk merespons karena sesuai dengan tujuan Selasar sebagai ruang edukasi dan inkubasi seniman muda. Setelah kami berdiskusi dengan Mas Arin, kenapa enggak Rizal aja sama Jiwa? Karena sepanjang melihat karya mereka sebenarnya ada hubungannya dengan karya ini,” ujar Heru.

Pameran Batang Mati, Cendawan Tumbuh dapat dilihat sebagai awalan program sejenis berikutnya sebagai bentuk dari tugas SSAS sebagai ruang inkubasi praktisi muda seni. Baik seniman, penulis, maupun kurator dihadapkan pada karya koleksi kemudian bersama-sama melakukan telaah dan diskusi tentangnya.

Heru mengatakan, kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan respons kreatif terhadap karya koleksi dalam bentuk ide serta karya seni yang baru.

Salah satu fokus utamanya adalah pada program dan kegiatan seni rupa kontemporer yang berorientasi pada edukasi publik, melalui pameran koleksi tetap, juga pameran-pameran tunggal atau bersama yang menampilkan karya-karya para seniman muda dan senior, dari Indonesia maupun mancanegara.

Karya Pameran Batang Mati Cendawan Tumbuh bisa dilihat lewat Galeri Foto mikrofon.id melalui link berikut: Pameran Batang Mati Cendawan Tumbuh.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: