
Mola Art Gallery Cimahi mengadakan pameran Mini Seksi +sir (Plesir), hasil kolaborasi bersama Ruang Dalam Art House Jogja, sepanjang 5 Oktober hingga 5 November 2022.
Pameran ini diikuti 19 seniman.
Mini Seksi adalah program yang digagas oleh Ruang Dalam Art House yang dilaksanakan setiap tahun. Tahun ini program Mini Seksi menggandeng Mola Art Gallery sebagai partner kolaborasi pelaksana pameran.
Mini Seksi adalah pameran dengan kontribusi tampilan karya berdimensi kecil. Tujuannya untuk mendorong seniman menampilkan karya terbaiknya dengan memaksimalkan media kecil dan bersanding bersama karya seniman lainnya.

Dari Mola Art Gallery, Anton Susanto menuturkan, pameran Mini Seksi telah digagas Ruang Dalam Art House Jogja sejak lama. Ide ini kemudian direspons oleh seniman, termasuk dari Bandung, untuk dituangkan ke banyak karya dan ditampilkan dalam pameran bersama.
Dari Bandung, kata Anton, seniman yang terlibat dikenal terbiasa melukis di medium berukuran besar. Bisa jadi hanya Prabu Perdana yang beberapa kali mengenalkan hasil lukisan dimensi kecil.
“Meski begitu, para seniman ini bisa dibilang berhasil menunjukkan karya maksimal,” kata Anton.
Donni Arifianto misalnya, ada intensitas yang cukup berbeda dengan karyanya yang besar
Ia memperlihatkan karya intensif, detail, cerah. Yang berhasil tidak gagap berpindah medium juga Prajna Dewantara.
“Bahkan detailnya di karya Prajna ini tetap terjaga baik. Mengejar efek warnanya. Jessica Puteri Wilhelmina dibanding karya sebelumnya kecenderungan gayanya masih bisa terbaca. Sementara Wildan jika di karya besar kompak padat, justru ketika keryanya kecil ada permainan feel yang beda, ada jeda antar objek yang dimunculkan. Para seniman ini berhasil menyajikan karya yang sanding tapi tanding. Kecil tapi bersaing, mencari perhatian audiens,” ujarnya.

Dari hasil bersama para perupa, Anton menambahkan, mereka memahami betul baik karya kecil maupun besar sama-sama menekankan keseriusan dan intensitas dalam prosesnya. Walaupun secara waktu pengerjaannya cenderung lebih pendek.
Para seniman di pameran ini bebas menentukan tema untuk karyanya. Hampir semua karya yang ikut serta terampil menguasai bidang yang membuat visual menarik. Di beberapa karya menitikberatkan konten karya pesan lain selain kemahiran visual karya.
Isu yang melatarbelakangi semakin mengerucut. Bertabur konten yang mempertanyakan lagi kondisi yang saat ini di realitas saat ini.
Ada yang merespons pendekatan filosofis masing-masing dengan mempertanyakan tentang konsep lanskap, apa yang menjadi pemandangan versi kita saat ini, mengangkat betapa horizon kita semakins padat.

Pada akhirnya, format ukuran 30×30 sentimeter yang dihadirkan seniman dipajang bersanding antara seniman muda dengan perupa yang memiliki reputasi dan jam terbang tinggi.
“Semua seniman berusaha bagaimana caranya membuat karya kecil tetap memukau. Karena secara piskologis karya yang besar orang udah ‘wow’ duluan. Efek ‘wow’ di karya kecil ini perlu upaya lebih,” katanya.
Anton mengatakan, jenis audiens yang akan mengonsumsi karya ini tentu memiliki perbedaan. Karya-karya seukuran ini akan banyak diakses di wilayah kolektor dengan kecenderungan selera visual di usia cukup muda.
Bentuknya tidak terlalu memakan ruang. Sederhana namun menyeruak. Akan lebih pas bila disandingkan dengan instalasi ruangan yang masa kini. Walaupun beberapa kolektor lukisan ada yang senang ukuran besar dan sangat besar, Anton melihat karya-karya berukuran mini ini menarik untuk kolektor pemula, sebagai perintis koleksi karya awal.
“Dan ini akan sengat menarik untuk orang-orang yang hidupnya di apartemen, penyuka seni yang hanya memiliki dinding tak terlalu luas. Akan sangat cocok untuk jenis kolektor di daerah urban dan kecenderungan visual feel-nya muda banget, enggak terlalu konvensional,” ujar Anton.

Ia mengungkapkan, kolaborasi bersama teman-teman seniman Jogja ini dilakukan secara
intensif selama dua bulan terakhir. Karena komunikasi jarak jauh, mereka tidak melakukan tatap muka dengan seniman, cukup dengan pertemuan virtual.
Maka, pembukaan pameran ini dilanjutkan dengan pertemuan di art camp, di Rancaupas, Kabupaten Bandung.
“Makanya kita bikin art camp karena kita inign melengkapi proses pendalaman secara virtual dilengkapi berkarya bareng, diskusi bareng,” tutur Anton.

Mini Seksi
Dari Ruang Dalam Jogja, Gusmen menceritakan awal mula karya-karya Mini Seksi muncul beberapa tahun lalu. Saat itu, ia ingin menjawab kritikan bahwa karya kecil mudah disepelekan.
“Awalnya ada kanvas kecil tidak terpakai, aku gagas bagaimana kalau diadakan pameran kecil, dan pada akhirnya Mini Seksi itu. Awalnya enam orang,” ujarnya.
Pertimbangan lainnya yakni ditujukan bagi kolektor atau penikmat seni rupa yang yang tidak bisa mengoleksi karya besar. Tantangan yang terlahir saat itu menyoal konsep penyajian karya kecil dalam pola display yang berbeda.
“Mini Seksi potensinya di ruang kecil. Waktu itu, di Ruang Dalam itu kita gagas satu seniman 30 karya, ukurannya 25×30 sentimeter. Format dari bidangnya portrait. Kita beri judul ‘Tanding Tapi Sanding’. Dalam hal kekaryaan kita berkompetisi, dalam perkawanan kita bersahabat. Pola display-nya rapat,” katanya.
Hasilnya, ada 600 karya dari lebih dari 20 seniman yang berderet seolah-olah berkesatuan meski berbeda tema.
“Kita fokus ke karakter. Makanya tantangan terberat Mini Seksi itu pola display. Selalu dinamis menyesuaikan ruang. Mini Seksi perbedaannya di sana. Ke depan kita bakal eksplorasi terus pola displaynya, enggak akan sama,” ujarnya.
Ke depan, kata Gusmen, Mini Seksi bukan hanya terkait lukisan. Bisa jadi karya tiga dimensi, kecil, banyak. Dari Jogja, Mini Seksi ini memang bernapaskan kolektif. Bersama makna Mini Seksi +sir, konsep ini juga bakal dibawa ke berbagai daerah seperti di Mola Art Gallery Cimahi ini.

Peserta Pameran:
- Desy Gitary
- Dicko Ayudya
- Donni Arifianto
- Duvrart Angelo
- Ismanto Wahyudi
- Jessica Puteri Wilhelmina
- Joelya Nurjanti
- Jon Kabila
- Muhammad Alfariz
- Oktaviani
- Palito Perak
- Prabu Perdana
- Prajna Dewantara
- Radetyo Itok Sindhu Utomo
- Ridho Scoot
- Rizal Misilu
- Syam Terrajana
- Wildan Riots
- Yaksa Agus Galung Wiratmaja.***