Menjernihkan Pesan Beside di Album Akustik Almighty God

Beside mengenalkan album baru berformat akustik, Almighty God, di bawah label rekaman Exterminator Records, dan resmi beredar mulai 2 September 2022 dalam format CD dan digital. Album ini berisi sembilan lagu hits mereka dari album Against Ourselves (2007) dan Eleven Heroes (2015).

Proses aransemen ulang ini tak sesederhana mengubah elektrik jadi akustik. Tantangan ini disadari betul para personel karena menambah kerjaan dan beban pikiran. Tetapi totalitas penuh dijalankan dalam proses pembuatan album. Beside menyingkir dari kebisingan kota demi menciptakan hasil aransemen yang eufonik.

Aransemen ulang dibangun untuk menawarkan atmosfer baru atas spektrum metal yang selama ini melekat. Tanpa tempo ketukan dan distorsi pemancing moshing, struktur musik masih dibentuk bertenaga untuk memantik respons audiens, setidaknya dengan anggukan.

Lirik yang terlafalkan jernih mengalirkan pesan lebih terang bagi nomor andalan Aku Tuhan, Spirit in Black, atau Eleven Heroes. Proyek akustik ini memang dirancang untuk menyerap esensi kemanusiaan lebih dalam. Apalagi, sebagian besar lagu pilihan ini ditulis sebagai penghormatan bagi korban tragedi Gedung AACC, Bandung.

Aransemen Baru

Dalam gubahan baru Spirit In Black, lupakan distorsi pelontar intro ikonik, palm-mute, atau blasting drum. Semua berubah total dengan aura dramatik petikan gitar yang diburu tremolo biola. Sisanya, Spirit In Black tersaji dengan simfoni berkekuatan tata suara orkestra.

Di tengah teknik clean di sektor vokal, Beside masih menjaga aroma metal. Teknik parau Agung Suryana alias Agrog, masih terselip pada chorus untuk mengawal koor vokal melantunkan “Spirit In Black.”

Sebelumnya, intro lagu Aku Adalah Tuhan, dikenal mampu membayangi isi kepala dengan harmoni melodi dua gitar dan riff berderap bernuansa heavy metal klasik. Verse supercepat dalam lagu ini juga menjadi salah satu favorit fans Beside, Exterminator, untuk bergerak meliar di arena moshpit.

Di Almighty God, Aku Adalah Tuhan membawa audiens lebih merunduk. Nuansa klasikal mengepung sejak dibuka dengan biola dan koor vokal yang lirih. Gitar solo yang awalnya berlimpah tapping kini tertata bending yang melodius dengan aura membius.

Koor vokal makin menenggelamkan penikmatnya saat tekanan chorus terucap “Atas nama jiwa, atas nama diri, aku Tuhan untuk diriku sendiri.”

Baca Juga :   Tesla Manaf: Kuntari, Larynx, dan Jalur Terjal Musik Eksperimental

Beside juga menampilkan sejumlah musisi kolaborator seperti Jaydawn (sequencer), Raga Dipanegara (string), Harry PMW (jimbe), hingga grup koor vokal.

Almighty God melewati proses rekaman di Valhalla Audio Labs, AK Music, dan CutzChamber Studio. Aransemen musik dikerjakan Roy Nat Siregar, sedangkan lirik ditulis oleh Achmad “Beby” Rustandi. Proses mixing dan mastering diserahkan ke salah satu andalan Bandung, Zoteng Kampret.

Tantangan Proses

Almighty God bisa disebut karya paling progresif dari Achmad “Beby” Rustandi (drum), Trie Afrizal (bass), Roy Nat Siregar (gitar) serta Agung “Agrog” Suryana (vokal) yang dikerjakan dengan serius dan memakan waktu cukup panjang.

Album ini sekaligus menjadi sinyal bahwa Beside masih terus bertahan dan siap memanaskan kembali arena musik ekstrim Indonesia dengan progres karya dan energi yang lebih baru. 

Dalam hearing session album Almighty God yang dihelat di The Hallway Space, Kosambi, Bandung, 1 September 2022, dihadirkan musisi senior dari Pure Saturday, Ade Muir. Bagi Ade, pertimbangan Beside yang mau berjibaku dengan karya akustik patut diapresiasi.

“Apalagi me-recompos,e re-arrange yang tadinya bukan akustik sekarang jadi akustik, gubahan ini pasti kerjaannya banyak. Sangat memerlukan detil. Untuk hasil akustik, ini hasilnya keren. Jika menilai hasil rekaman, tentu Mang Toteng juga harus dikasih kredit buat album ini,” katanya.

Ade menambahkan, proses pengerjaan karya musik berbasis akustik membutuhkan penanganan berbeda. Faktor mendetail notasi, misalnya, wajib betul diperhitungkan. Apalagi munculnya kesulitan cara menerjemahkan aransemen musik berdistorsi menjadi akustik. Ade menaruh pujian bagi Beside yang bisa menangani proyek akustik ini dengan eksekusi istimewa.

“Begitu akustik, transisi minor ke mayor juga terdengar bagus, bikin dinamika lagu lebih terasa,” tuturnya.

Beby mengatakan, rintisan proyek album ini merupakan bentuk kesuntukan para personel Beside di masa awal pandemi. Di tengah situasi tak keruan, mereka ingin menjalankan tantangan baru yang bisa mencurahkan energi sekaligus bikin capek.

“Biar capek, otak kita curahkan biar lebih tertata dengan baik, dari elektrik pindah ke akustik. Setelah dikerjakan, ternyata rasanya membuat lagu baru lebih gampang daripada me-recylye yang sudah ada. Ini memang banyak detailing-nya. Tetapi ketika detailing-nya kena, itu jadi bagian kepuasan kita,” ujarnya.

Baca Juga :   Cerita Vertical Abuse Soal Album Jurnal Apokalips

Materi musik metal yang diubah format akustik sudah banyak dikenalkan oleh berbagai band cadas seperti Opeth, Anathema, Paradise Lost, Swallow The Sun, dan banyak nama lainnya. Para personel Beside juga mengaku mendengarkan banyak referensi musikal selama proses produksi album Almighty God. Di antaranya yakni Katatonia dan Lacuna Coil. 

Soal pilihan lagu dari dua album mereka juga jadi beban diskusi. Tak bisa asal cabut dari hits yang pernah mereka kenalkan. Materi terpilih ini merupakan komposisi terbaik yang dinilai layak untuk mengisi Almighty God.

“Materi album akustik ini memang penggabungan dari album pertama dan kedua Beside. Album pertama yang liriknya berbalut sarkasme dibuat oleh Owang. Sementara di album kedua saya yang membuat liriknya sebagai tribut bagi tragedi Sabtu Kelabu di Gedung AACC, Bandung. Sebagai penghormatan yang sangat besar dari kami kepada pihak korban beserta keluarganya,” kata Beby.

Vokal

Album Almighty God juga menandai kembalinya vokalis lama mereka, Agung Suryana alias Agrog, yang sempat keluar dari Beside. Informasi tersebut sudah dikabarkan sebelumnya ketika Beside merilis lagu “Spirit In Black” sebagai single perdana, pada tanggal 19 Agustus 2022 yang lalu.

“Kemaren waktunya (kembali ke Beside) pas, momennya pas, emang lagi santai. Kerjaannya (yang lain) memang udah beres,” katanya.

Dari sodoran materi yang ia terima, tak terlalu sulit untuk menjalaninya. Beberapa kali Beside membawakan lagu mereka dalam kesempatan akustik. Kali ini, teknik growl masih bakal diisi di beberapa bagian untuk mempertahankan warna musik khas Beside.

“Dari proyek ini ilmu nambah lagi, belajar nada,” ujar Agrog.

Personel Beside lainnya juga meyakini Agrog tak membutuhkan waktu adaptasi lama untuk proyek ini.

Dengan adanya format akustik ini, Beby tak menutup kemungkinan jika Beside diminta manggung dalam format elektrik sesuai permintaan audiens.

“Bersama Agrog kita di Beside merasa lebih hidup lagi. Dan yang paling mendasar, Agrog lebih mendalami setiap bagian lirik pada semua lagu yang ada di album ini,” kata Beby.

Rekaman

Proses pembuatan album lumayan menguras tenaga dan biaya. Untuk membuat aransemen akustik menuju ke proses rekaman ini memakan waktu sekitar dua tahun. Ada banyak berbagai perbaikan di dalam notasi musiknya.

Baca Juga :   Album “Devastation” Iron Voltage dan Bangkitnya Old School Thrash Metal

Beside merekam materi album Almighty God pada sebuah vila di daerah Lembang, Bandung, demi mendapatkan ambiens akustik yang maksimal.

“Produksinya sangat susah. Termasuk perpindahan banyak tempat dan studio untuk mengeksekusi album akustik ini. Yang jelas dan yang paling utama adalah mengeluarkan biaya yang sangat besar dibandingkan dengan album-album sebelumnya,” kata Beby.

Artwork

Artwork sampul album Almighty God diserahkan pada salah satu ilustrator terbaik Kota Bandung, Dicky Candra Irawan. Karyanya tersebar di banyak band. Dicky juga sempat dipercaya Mastodon dan Lamb of God untuk mengerjakan gambar kaos band cadas gigantik itu.

Dalam karya album Beside, tertuang ragam objek yang dipasang dua sisi identikal berhadapan mengapit bola bercahaya. Bola tersebut dikelilingi tubuh-tubuh manusia tanpa wajah. Wujud 11 manusia itu menjadi manifestasi jiwa-jiwa korban tragedi AACC.

Jumlah yang sama ditebarkan dalam objek instrumen berdawai yang diwakili biola dan harpa. Sementara dua burung ikonik Beside mencerminkan pernyataan setia yang berperan sebagai sosok pelindung jiwa, menjelma serupa Guardian of Souls.

25 Tahun

Beside terbentuk pada 1997 di Ujungberung, Bandung, serta ikut tumbuh di tengah-tengah komunitas musik ekstrim Bandung Timur bersama dengan Jasad, Burgerkill, Forgotten, dan banyak nama lagi. Beby dkk. juga turut merasakan berbagai suasana, gejolak, serta dinamika yang terjadi dalam skena musik bawah tanah di Bandung.

Sepanjang kariernya, Beside telah merilis dua album penuh dan satu video dokumenter, plus terlibat di berbagai album kompilasi. Selain manggung di dalam negeri, Beside juga sempat memenangi kompetisi Wacken Metal Battle Indonesia dan berkesempatan tampil dalam festival Wacken Open Air di Jerman, pada 2017.

Bersama hadirnya album Almighty God ini, Beside akan melakukan tur untuk menyambut perayaan 25 tahun karier berkarya yang bertepatan di tahun ini.

“Album ini sebenarnya dedikasi untuk perjalanan panjang hidup sebuah band menuju usia 25 tahun. Sekaligus kami ingin mengolah pikiran dan memancing otak untuk bekerja membuat sesuatu yang terbaik. Inspirasi terbesarnya memang dari perjalanan Beside yang sudah sangat panjang. Karena banyak hal yang telah kami lalui bersama selama ini,” kata Beby.***

Posts created 399

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Begin typing your search term above and press enter to search. Press ESC to cancel.

Back To Top