Parahyangan Orchestra (Parchestra) menggelar konser perdananya, di Auditorium Pusat Pembelajaran Aarntz-Geize, Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), pada Selasa 20 Juni
Lewat konser itu, Parchestra menampilkan karya istimewa hasil gubahan baru komponis Indonesia.
Dengan judul konser “Jelajah,” penonton diajak mengarungi berbagai dimensi lewat nomor-nomor yang disajikan Parchestra.
“Jelajah” dibuka dengan “Cakrawala” karya Filipus Wisnumurti, yang dipimpin oleh pengaba Milton Sandyka. Diawali suara flute yang lembut, penonton diajak untuk menatap horizon dan memulai penjelajahan, menuju klimaks yang megah dan menggelegar.
Program dilanjutkan dengan “Treasure Hunt” karya Geraldy Louis dan Natia Warda, sebuah komposisi seru yang menggambarkan sebuah permainan game klasik dengan berbagai level-nya dan dilengkapi dengan animasi.

Penonton sempat dibawa ke dalam alunan musik tenang “City of Million Gardens” karya Gavin Wiyanto yang terkagum oleh sebuah kota di Indonesia, untuk kemudian diajak merasakan kegelisahan dari gambaran kehidupan masyarakat urban, “Restless City,” karya Lucy Freia yang dipimpin oleh Fauzie Wiriadisastra, pengaba sekaligus ketua dari Parahyangan Orchestra. Karya yang penuh kegelisahan ini menggambarkan kehidupan masyarakat urban di tengah kesemrawutan sekaligus keteraturan, di mana manusia menjadi bagian dari sebuah mesin.

Dalam penampilan “Septagon” karya Rama Anggara, tersaji animasi yang mengajak penonton menjelajahi musik yang dibangun lewat struktur geometris. Nomor selanjutnya adalah “Opportunity” karya Regina Sutisno, sebuah karya naratif tentang perjalanan sebuah robot penjelajah di planet Mars.
Konser diakhiri dengan sebuah kolaborasi antara Parchestra dan Paduan Suara Mahasiswa UNPAR, yang dipimpin oleh Alfonsus Albert. Mereka membawakan “Kawan Perjalanan”, karya Sundea dan Gavin Wiyanto, yang berbicara tentang orang-orang yang pernah singgah dalam perjalanan hidup kita.
Karya tersebut menjadi penutup konser Jelajah sekaligus awal perjalanan Parchestra. “Kita diajak untuk menjelajah melalui bunyi dengan berbagai cara,”, ujar pembina Parchestra, Prof. Dr. Bambang Sugiharto, dalam kata sambutannya.
Parchestra diharapkan menjadi orkestra dengan napas baru yang dapat menjadi ruang eksperimen kreatif bagi program studi Integrated Arts dan insan seni.
“Pada konser kali ini kita akan diajak menjelajahi medan bunyi. Bunyi yang melukiskan optimisme pasca pandemi, perburuan menembus hutan, keindahan kota dengan taman-taman, tapi juga kegelisahan manusia urban, bunyi geometris, hingga bunyi perjalanan robotika ke luar angkasa. Akhirnya, bersama Paduan Suara UNPAR, kita diajak merenungi kembali perjalanan hidup kita sendiri,” ujarnya.

Bambang menjelaskan, Parchestra merupakan satu bagian dari perjalanan awal program studi Integrated Arts di Unpar. Integrated Arts merupakan sebuah konsentrasi studi baru di bawah Fakultas Filsafat.
Integrated Arts akan menjadi pendidikan seni yang bersilang dengan berbagai ilmu lain, kerja kreatif yang terbentuk dari berbagai kolaborasi dan sumber daya, serta jejaring pengetahuan.
Ia menambahkan, dunia manusia saat ini dibentuk oleh kreativitas yang semakin menggelegak di segala lini. Kreativitas yang bagai hiruk pikuk karnaval sedunia ini menerabas segala batas untuk menangkap dan mengembangkan segala kemungkinan tersembunyi.

Unpar adalah bagian dari karnaval kreativitas mondial itu, khususnya melalui bidang peminatan Integrated Arts pada prodi “Studi Humanitas”. Integrated Arts Unpar adalah ajang eksplorasi persoalan-persoalan manusia melalui karya seni (issue based arts). Seni yang bersifat interdisipliner dan intermedia, seni yang menjelajahi segala kemungkinan citra – baik citra rupa, gerak, kata, raga maupun nada. Bahkan lebih daripada mencipta karya, Integrated Arts diarahkan untuk mencipta kreator-kreator yang terus menerus membuka kemungkinan baru untuk memahami persoalan manusia dan menghayati kehidupan nyata.
Oleh karena itu, kata Bambang, Parchestra adalah salah satu media Integrated Arts Unpar yang berbasis komunitas, yang secara khusus berkomitmen mengangkat karya-karya komponis muda Indonesia namun dengan standar dunia. Konser perdana Parchestra ini sekaligus presentasi akhir-semester Integrated Arts.

Mangadar Situmorang, Ph.D selaku rektor menyatakan bahwa Unpar selalu memiliki komitmen dalam memajukan kebudayaan, salah satunya dengan membangun sebuah auditorium berstandar internasional.
“Harapannya, dalam perjalanannya Parchestra dapat memberikan banyak kontribusi kepada masyarakat dan kebudayaan,” tuturnya.
Parchestra
Violin 1
Fadliansyah
Veronica Emily Hadinata
Wisnu Pamungkas
Urfan S Ridhwan
Renata Amelia
Raihan Oktajaya
Violin 2
Muhammad Fauzan Daffa
Athira Fatharani
Benedict Febrian
Vania Angeline
Jaka Gaumantara
Muhamad Fauzi
Viola
Ajeng Oktavia Gunawan
Katarina Ningrum
Stanislaus Joshua
Nathan Budiman
Violoncello
Ilham Nurjaman
Andhika Dzaki Naufal
Daniel Benno Marvel
Hana Aulia Effendi

Kontrabas
Adrie Pramudya
Flute
Theresia Eva
Oboe
Vicco Vidiana Nyman
Klarinet
Anchelmia Chyntia
Horn
Fauzie Wiriadisastra
Terompet
Issa Teenan
Davin Permana
Tuba
Erwin Harnoko
Perkusi
Filipus Wisnumurti
Rifqy Hakim
Verlin Kurni.***