Seorang seniman, yang diyakini sudah banyak dikenal, memajang karyanya di pameran tunggal “U R My Inspiration : Love Letters to the *** World,” di Selasar Sunaryo Art Space, 3 Maret hingga 25 Juni 2023.
Sejauh yang bisa diketahui, ia menamakan dirinya Beyond Crap, kelahiran 2019. Karya-karya pameran “surat cinta” ini terlihat tangkas dengan konsep komik strip koran lawas; dialog karakter dengan 2 hingga 3 bubble berisi pesan bernada lugas.
Sekilas, pesan di karya-karya BC terasa familiar di ruang-ruang seni. Soal karya, seniman, galeri, impresi Instagram, sampai band metal Sepultura yang berisi satire pemantik senyum, tertawa, atau malah gundah.
Tak hanya tiga asterix di judul pameran sasaran seniman yang harus diungkap, karena masih ada sejumlah misteri di balik narasi karya-karya yang dipamerkan: sesamar seniman sesungguhnya di balik psuedonim Beyond Crap (BC).

Beyond Crap
Bisa jadi senimannya takkan muncul di pameran ini. Cuma pajangan karya Beyond Crap yang berkelir vintage, dengan cetakan UV printing memuaskan, serta kurator pameran Khrisnamurti Suparka yang bisa ditemui.
Dalam gambaran Krishnamurti, BC “adalah buah pikiran dari seseorang yang Anda kenal, atau seseorang yang Anda pikir Anda tahu; yang identitas aslinya lebih baik tetap menjadi misteri hingga kelak ada pemberitahuan selanjutnya; atau hingga suatu saat ada seseorang yang berlagak pintar memutuskan untuk menyingkapkan identitasnya karena ingin numpang tenar.”
Judul pameran “U R My Inspiration: Love Letters to the *** World”, dipilih secara sengaja untuk menyiratkan susunan kata-katanya. Serangkaian surat cinta yang didedikasikan pada dunia “***” yang sengaja disamarkan.
“Penyamaran ini barangkali akan membuat pemirsa menerka-nerka dalam kebingungan, atau sebaliknya malah pemirsa akan mudah menebaknya sebab “surat cinta” itu kini dikemas secara khusus menjadi pameran seni rupa di galeri,” kata Khrisnamurti.

Surat Cinta
“Surat cinta” dari karya BC terbentuk dari wujud bahasa komik strip yang ter-apropriasi. Gaya dan perilakunya vintage, mencerminkan kegemaran dan rujukan BC pada salah satu masa keemasan ilustrasi di Amerika Serikat, era 40-an, 50-an, dan 60-an.
Khrisnamurti mengatakan, dengan mengutip Abner Graboff, Peter Arno, dan Charles Addams sebagai inspirasi utama, BC pada dasarnya meragakan aspek tertentu dari karya mereka baik dalam pengertian teknis maupun penggayaan.
BC adalah bagian dari generasi yang secara alami terbiasa dengan platform daring dan dunia digital.
Maka, secara naluriah BC menemukan rujukan artistiknya melalui Pinterest, Instagram, dan Google Images. Beyond Crap yang dilahirkan secara khusus untuk “dunia Instagram” juga menjadi petunjuk tersendiri.

Digital
Walaupun ini bukanlah pameran dalam wujud material/fisik pertama BC, transisi dari virtual ke raga tersebut adalah perkembangan logis yang seolah mencerminkan upaya BC untuk menelusuri (atau kembali) ke “akar”.
“Dari efisiensi iPad yang serba bersicepat, juga kemudahan yang disediakan gawai untuk berkreasi, berpindah pada pemilahan warna manual dan proses penyesuaian ukuran, yang serba lamban memakan waktu,” tuturnya.

Dalam karya-karya kali ini, Beyond Crap meluapkan banyak humor di dalamnya. Menyusuri gambar demi gambar, pemirsa akan mendapatkan skenario atau kejadian yang mungkin terasa akrab, meski tergantung pada seberapa terbiasa dengan kenyataan yang sedang direpresentasikan.
Terlepas dari pengetahuan tentang narasi yang sedang disasar, aspek emosi atau perasaan yang ditunjukan oleh karakter-karakter pada gambar, semestinya tetap cukup jelas terlihat.
Identitas kuasi-rahasia Beyond Crap jadi penting di sini. Pada satu sisi, identitas kuasi-rahasia ini bisa dibaca serupa dengan ketidak-bernamaan grafiti tanpa “tag” atau seni jalanan pada umumnya.

Alter Ego
Khrisnamurti mengungkap bagaimana “alter ego” memainkan peranan penting dalam seni dan bidang-bidang serupa, seperti misalnya pada kasus-kasus Rrose Selavy, Ziggy Stardust, SAMO, Bob & Roberta Smith, serta Banksy; untuk sekadar menyebut beberapa contoh.
Alter ego memungkinkan seseorang untuk mengadopsi kepribadian yang berbeda yang dalam keadaan normal akan terkurung atau ditekan.
“Dalam kasus karya BC, di mana humor dan sarkasme memainkan peran utama, alter ego ini bisa dirujukkan pada ‘court jester’ – sebuah stereotip sosok pada zaman pertengahan yang dapat menyajikan hiburan pada pengunjung melalui cerita, nyanyian, dan tawa, sambil pada saat yang sama mengkritik atau mengejek kaum bangsawan tanpa takut akan konsekuensinya. Ini adalah keistimewaan alter ego,” ucap Khrisnamurti.
Foto-foto kary Beyond Crap di pameran ini bisa dilihat di Galeri Foto Mikrofon.id, melalui akses link berikut: Foto Karya Beyond Crap di Pameran Selasar Sunaryo.***