
MIKROFON.ID – Band death metal legendaris Kota Bandung, Forgotten, melansir album ketujuh mereka bertajuk “Silalatu.
Menerjang industri musik sejak 1994 menjadi tantangan bagi band yang berisi Addy Gembel (vokal), Toteng (gitar), Gan Gan (gitar), Dicky (bas), dan Zalu (drum), untuk memberikan karya terbaru yang bukan “asal produksi”.
Lewat “Silalatu”, salah satu pemantik genre death metal di ranah underground Indonesia ini menunjukkan kebesaran namanya dengan kematangan konsep dalam berkarya.
Album ini mencatatkan 9 lagu. Akan tetapi, rangkaian track sepanjang 34 menit ini terasa seperti satu kesatuan.
“Silalatu” dibuka dengan alunan seruling sunda yang mewakili kondisi kehidupan selaras manusia dengan alam.
Menguntit dalam track selanjutnya, keheningan ambience alam runtuh oleh gemuruh riff mencekam, rentetan ritme drum yang menderu kencang, gedoran bass yang menggempur, hingga teriakan reportase tentang penjarahan, perampasan ruang hidup, korosi total, fabrikasi ‘kebenaran’, tentang negara sebagai alat destruksi.
Peralihan setiap lagu nyaris tak ada jeda. Setiap track saling merekatkan diri untuk terus menggiring orgasme kuping di setiap lagu.
Akan sulit untuk menghentikan kenikmatan di tengah album sepanjang 34 menit itu.
Antrean track list mengantarkan penikmatnya seolah berada dalam sebuah seni pertunjukan, dengan 9 daftar lagu yang seakan menjadi penggalan babak dalam sebuah pertunjukan teater.
Suatu saat Forgotten main di atas panggung, album “Silalatu” akan terasa sebagai sebuah konser death metal mewah, layaknya pertunjukan orkestra.
“Silalatu” merupakan sebutan untuk bunga api yang beterbangan tatkala jilatan api membesar. Mereka menggunakannya sebagai simbol narasi utama sebagai lanjutan dari album “Kaliyuga” yang mereka rilis dua tahun lalu.
Album “Silalatu” ini dirlis Grimloc Records. Mewakili Grimloc Records, Herry “Ucok” Sutresna mengatakan, “Silalatu” merupakan potret dari konflik yang lahir dari krisis multi dimensi yang hari ini hadapi. Tentang sunyi yang dibaliknya tersembunyi rencana-rencana jahat untuk merubah tatanan keselarasan antara manusia dan alam sekitarnya.
“Berisikan 9 lagu, Silalatu merupakan kesatuan fragmen dari pembabakan panjang cerita tentang awal proses penghancuran dan upaya-upaya yang kerap hadir menolaknya,” kata Ucok.
Ditulis sebelum pengesahan Omnibus Law akhir-akhir ini, Silalatu merupakan salah satu album lokal yang merepresentasikan kondisi terkini dari proses itu.
“Dengan kemegahan yang mencekam, riff old-school, agresi dan kecepatan tanpa kompromi, Silalatu adalah Death Metal yang kita kenal dari Forgotten. Dengan pengaruh kental dari death metal Florida semacam Malevolent Creation dan Death, para eksponen NY seperti Cannibal Corpse dan Suffocation hingga melodi band-band death metal Swedia seperti At The Gates dan Dismember,” ujarnya.***