Album ‘Melawan Masa’ Tibiast: Groove Metal Penyangga Pilar Kolektif

 

Band Groove Metal asal Bandung, Tibiast, merilis album perdana ‘Melawan Masa’ di Tipsy Panda, Bandung, Senin, 14 Maret 2022. Foto: Tibiast.

MIKROFON.ID – Band Groove Metal asal Bandung, Tibiast, terbentuk saat berita wabah Covid-19 di Wuhan, Tiongkok, mulai bermunculan. Virus merangsek Bandung, gairah bermusik Radit (vokal), Rafly (gitar), Uca (gitar), Kiming (bas), dan Fikry (drum) yang sedang menghangat ikut tersendat.

Dengan materi yang telah siap dan didesak energi meluap, Tibiast tetap melaju meski harus mengatur tempo pertemuan untuk menggodok materi.

Tertahan pandemi sejak kebangkitannya di akhir 2019, aksi panggung Tibiast menjadi salah satu yang layak dinanti.

Aroma groove metal era Sepultura, Soul Fly, dan Slipknot 90an, hingga suntikan pengaruh hardcore bakal melanggengkan kenikmatan penyuka musik ekstrim merilis keringat di tengah moshpit.

Melawan Masa

Sedari awal 2020, mereka telah mengumpulkan materi album mewah. Tibiast juga mendesain album perintis ‘Melawan Masa’ dengan kekuatan kolektif.

Berderet nama kolaborator pengisi 11 track di album Melawan Masa mulai dari Popo Puji (Demons Damn), Bobby (Turbidity), Extreme Vocal Alliance, Budi Dalton, Tria, Alda, Daud, dan The Changcuters Crew, Soulkillaz dan Mindfreeza (Eyefeelsix), Anggiruna, Lord Butche (The Cruel), Sendy dan Fariz (Parahyena), Harry Koi (UTBBYS), Lucky (Lucas and Sons), Andre dan Lawe (Jeruji), Aldi (Power Punk), Yuwan dan Hardy (Taring), Idink (Kick It Out), hingga Avedis Mutter (Aftercoma).

Dengan segala aturan pembatasan wilayah di Bandung selama pandemi, Manajer Tibiast, Jamie, sibuk mengatur jadwal para kolaborator keluar-masuk studio.

 

Band Groove Metal asal Bandung, Tibiast, merilis album perdana ‘Melawan Masa’ di Tipsy Panda, Bandung, Senin, 14 Maret 2022. Foto: Tibiast.

Karya-karya Tibiast akhirnya meletup setelah dimatangkan selama nyaris dua tahun, di tengah pandemi yang belum juga usai. Pada 7 Desember 2021, mereka merilis debut single sekaligus musik video berjudul ‘Bad Social’ sebagai perkenalan pada publik.

Dalam musik video ini Reza Mega dan Tibiast mengambil peran sebagai produser. Adapun pihak yang terlibat yakni Miracle Lab yang berperan sebagai executive producer dan Grimloc sebagai record label.

Disutradarai oleh Lucky Setiadi, musik video ini memperlihatkan tentang karakter setiap personel, dengan jalan cerita Tibiast yang akhirnya keluar untuk pertama kalinya setelah sekian lama terhambat oleh berbagai situasi

Dalam lagu ini, Radit (vokal) berperan sebagai penulis lirik, dan Rafly (gitar) sebagai music director. Berbekal ilmu sebagai guru musik, Rafly mengaransemen materi lagu di album ‘Melawan Masa’.

Secara gamblang lagu ini menceritakan suatu hubungan sosial di mana perilaku hubungan sosial yang terlalu mengkotak-kotakan berdasarkan materi, kredibilitas, dan latar belakang seseorang.

Mereka menilai hubungan sosial maupun pertemanan seharusnya didasari atas dasar tulus tanpa melihat latar belakang seseorang. Hubungan sosial sangat penting dalam sebuah kehidupan, karena tanpa hubungan sosial yang tulus, hidup akan menjadi sebuah drama kebohongan yang akan terbongkar seiring berjalannya waktu.

Selain ‘Bad Social’, Tibiast juga telah merilis ‘Nyali 0 Derajat’ versi live studio dalam bentuk official lyric video yang sudah tayang di Youtube.

Lagu ini menceritakan preman-preman ingusan dengan gejolak muda bergejolak yang hanya mengedepankan nyali bekingan keluarga untuk menjadi senjata petantang-petenteng dan sebagai pelindung atas kelakuan bodoh yang mereka timbulkan.

Pada 21 Februari 2022, ‘Nyali 0 Derajat’ juga menjadi bagian kompilasi ‘New Evidence’ berbentuk kaset dari Grimloc Records.

Lokalitas

Mereka juga tak ingin mencerabut akar. Ada sesajian lokalitas lewat puisi berkekuatan ‘pelet’ dalam lagu ‘Radjah Ruwat Bumi.’

Nuansa etnik serupa ‘Radjah Ruwat Alam’ seringkali mendapat apresiasi khusus, apalagi jika suatu saat mereka diberi kesempatan tampil di panggung mancanegara.

Unsur budaya dan tradisional hingga ciri khas local tribe ini memang melekat di album dan hits terbaik band groove metal kesohor semacam Sepultura, Pantera, hingga Soulfly.

Tetapi, yang ditawarkan Tibiast dalam beberapa lagu di album ‘Melawan Masa’ boleh dibilang lebih mendalam.

Isu Lingkungan

Sebagai album perintis, ‘Melawan Masa didesain untuk menyetrum ulang empati massa pada kritik sosial dan politik, hingga menggebuk mundur pemodal raksasa perusak lingkungan.

Isu kerusakan alam ini yang diberi sorotan penting oleh Tibiast. Mereka merancang materi tetralogi; empat lagu khusus yang berkaitan isu lingkungan.

Dimulai dari ‘Smoke Bomb’ yang berkisah pembakaran lahan, ‘Kera Jelaga’ sebagai penggambaran intrik menyulap hutan jadi kepungan bangunan, dan ditutup ‘Asihan Si Taruk Gadung’ bertempo cepat.

Terselip satu puisi ‘Radjah Ruwat Alam’ yang diciptakan dan dilantunkan langsung budayawan Budi Dalton sebagai upaya mendoakan kelestarian alam sekaligus rapalan pencegah kuasa oligarki meliar serakah.

 

Band Groove Metal asal Bandung, Tibiast, merilis album perdana ‘Melawan Masa’ di Tipsy Panda, Bandung, Senin, 14 Maret 2022. Foto: Tibiast.

Karakter

Selain mengenalkan karakter personel Tibiast, ‘Bad Social’ juga sekaligus mempresentasikan ciri band yang bermakna ‘tulang penyangga’ itu.

Tibiast menawarkan riff gitar yang sederhana, namun catchy. Paduan nada riff agresif yang ditonjolkan mengingatkan pada era transisi groove metal menuju nu-metal macam Korn dan Slipknot, termasuk efek bas yang mencuat.

Leburan nuansa groove metal kental dirilis lewat riff dan ketukan drum breakdown dengan kemasan mid-tempo. Dengan hasil rekaman apik serta setumpuk teknik yang disodorkan Fikry, Rafly, Uca, dan Kiming, sulit untuk menolak tubuh merespons dengan bounce atau headbanging.

Guyuran teknik lead-guitar pada aksi solo Rafly yang bertabur legato-bending-trills nyaris terisi di seluruh tracks.

Tibiast memang menghadirkan progresifitas dari pengaruh band groove metal teranyar atau jalur-jalur serapannya seperti Slipknot, Lamb of God, atau Devil Driver.

Tetapi mereka tak mampu menghilangkan pengaruh Sepultura era 90an dalam konstrusi musiknya. Rasa ini muncul dari pengaruh Kiming dan Rafly yang memang mengagumi band asal Brasil itu.

Tetapi influence personel di dalam tubuh Tibiast sejatinya dirilis lepas liar. Fikry yang begitu dekat dengan aksen rock malah bisa adaptif dengan ketukan rapat dan teknik cepat, yang beberapa kali mengentak di dalam album ini.

Fikry bisa begitu melesat dalam ‘Serdadu Anak Bangsa,’ ‘Stand Against Racism,’ ‘Asihan Si Taruk Gadung,’ atau ‘Lara Batasan’ bertempo supercepat.

Sedangkan Uca dan Radit telah lama berkarier scene hardcore. Uca bersama Resist dan Radit mengisi Justa Life. Teknik dry-vocal Radit tergolong istimewa dengan karakter garau yang konsisten saat diatur dinamis, dari kebutuhan nada dasar maupun screaming dengan transisi yang rapi.

Radit juga berkontribusi dalam penulisan lirik di album ini, minus ‘Kera Jelaga’ yang dibuat Anggiruna, serta ‘Radjah Ruwat Bumi’ dan ‘Asihan Si Taruk Gadung’ karya Budi Dalton.

Proses akhir rekaman ‘Melawan Masa’ tentu digarap serius. Urusan polesan tata suara, mixing, mastering, diramu langsung oleh Dadan Cable, salah satu legenda sound engineer Bandung yang telah menangani band-band musik ekstrim ternama.

Jamu Tamu

Dari segala unsur yang melebur dalam album groove metal mereka, Tibiast boleh disebut sebagai ‘tuan rumah’ yang ramah. Dalam konsep kolektif album ini, mereka ‘menjamu’ para tamu pengisi album sesuai latar kolaborator.

Di lagu ‘Melawan Masa’ yang dirilis sebagai single kedua (plus musik video) pada 11 Maret 2022, muncul kandungan hip metal untuk mengiringi rentetan lirik menghujam yang diciptakan dan dilantangkan langsung oleh MC Soulkillaz dan Mindfreeza dari unit hip hop Eyefeelsix.

‘Asihan Si Taruk Gadung’ ciptaan Budi Dalton memberi Lord Butche meluapkan vokal grind yang biasa dibawakan bersama band-nya, The Cruel.

Tibiast juga begitu asyik meleburkan struktur lagu ‘Kera Jelaga’ untuk mengantarkan khas vokalis brutal death metal, Bobby dari Turbidity, serta ‘Serdadu Anak Bangsa’ dengan teknik growl Popo Puji, vokalis perempuan gahar dari band death metal, Demons Damn.

Rafly pun memberikan bars bagi Lucky Widiantara (Lucas and Sons), pro skater asal Bandung yang lewat jemarinya banyak menyerap kepiawaian aksi Megadeth, untuk mengisi ‘Lara Batasan’ dengan aksi solo gitarnya.

Sedangkan seruling dan instrumen tradisional Sunda mengalun melambungkan puisi yang dibuat dan dibacakan budayawan Sunda, Budi Dalton dalam track ‘Radjah Ruwat Bumi.’

Masih belum cukup, Tibiast mengajak Extreme Vocal Alliance, Andre dan Lawe (Jeruji), Aldi (Power Punk), Yuwan dan Hardy (Taring), Idink (Kick It Out), Sendy dan Fariz (Parahyena), Harry Koi (UTBBYS), dan The Changcuters Crew untuk menjadikan latar musik bergemuruh dengan gang vocals.

 


Band Groove Metal asal Bandung, Tibiast, merilis album perdana ‘Melawan Masa’ di Tipsy Panda, Bandung, Senin, 14 Maret 2022. Foto: Tibiast.

Flashback

Tibiast mengeluarkan album berbentuk CD lewat Grimloc Records, sekaligus mengadakan Hearing Session di Tipsy Panda, Senin, 14 Maret 2022. Acara ini sekaligus mengenalkan artwork sampul album istimewa hasil karya seniman Anzi Matta.

Radit mengatakan, ‘Melawan Masa’ merepresentasikan para personel Tibiast terhadap perlawanan semua bentuk permasalahan manusia secara global. Mereka merasa manusia seharusnya selalu berjuang dan tidak pernah menyerah terhadap suatu kondisi, sesulit apapun.

“Mengubah mindset kata kita dari ‘bertahan’ menjadi ‘lawan’ untuk mencapai tujuan kita yang lebih baik. Kita akan terus menyuarakan lewat berbagai media bahwa kita tidak akan berhenti menyuarakan ketidakadilan,” tuturnya.

Uca menambahkan, dalam album ini mereka sengaja menyinggung tema tentang isu lingkungan. “Yang di mana 4 lagu menjadi runtutan cerita kerusakan lingkungan yang kita hadapi saat ini. Di sini kita berpesan agar selalu ingat bahwa lingkungan sangatlah penting untuk keberlangsungan hidup,” kata Uca.

Kiming mengatakan, tema 90’s groove metal dalam ‘Melawan Masa’ bermaksud membawa pendengar kembali flashback saat mendengar lagu-lagu di album ini.

“Di mana sangat kental kita memasukan groove yang menjadi ciri khas di tahun 90an. Semoga para pendengar bisa menikmati karya sekaligus debut album dari Tibiast,” ujarnya.

Soal konsep padatnya ‘featuring’ di dalam album dijelaskan manajer Tibiast, Jamie. Ia menelisik munculnya persaingan band yang ketat selepas tahun 2000. Hadirnya beragam tamu di dalam album ini menunjukkan bahwa relasi antarmusisi di Bandung masih terjaga baik.

“Kita ingin menampilkan bahwa band satu dengan band lain, meskipun berbeda genre, masih saling support. Urusan kerja bareng temen itu toleransi mesti tinggi, mesti dijaga. Yang harus difokuskan para personel Tibiast ke depan adalah mematangkan diri lewat materi pergerakan, skill, materi pola pikir, dan mental yang harus selalu di-upgrade,” kata Jamie, yang selama kariernya pernah menangani band Pure Saturday, Mocca, hingga Burgerkill.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: