Aidoaudio dan Album Memo: Lirik Populer dalam Leburan Genre

Seusai cabut dari band pop-punk Closehead pada 2011, Aid kembali naik panggung dengan band barunya, Aidoaudio. Cikal bakal Aidoaudio ini rupanya telah terlahir menjelang Aid menyatakan keluar dari Closehead.

Di awal tahun 2023, Aidoaudio melansir album perdana mereka, Memo. Aid begitu mengharapkan band keduanya ini bergulir kokoh lewat solidnya formasi yang mengusung kesetaraan peran di dalamnya.

Di hampir semua tracks, misalnya, Aid membagi mikrofon bersama personel lainnya. Ada peran vokal dari Hinhin, yang masih menjadi gitaris bagi enam band termasuk band metal Nectura, serta basis Lose It All, Rengga.

Buat Hinhin dan Rengga, isian vokal utama ini tentu menjadi pengalaman pertama. Adapun posisi drum dihuni Soni eks Nectura.

Latar personel berbeda genre dan cenderung cadas sengaja dilunturkan. Aidoaudio lebih mengantarkan lagu mereka bernuansa populer 90’s senada The Cranberries, The Cure, The Cardigans, Weezer, hingga Bad Religion.

Foto: AidoAudio.

Album Memo berpadatkan “Nafas”, “Hitam dan Putih”, “Seirama”, “Detak Waktu”, “Perut Kosong”, “Laki-Laki”, “Memo”, dan “Negeri Yang Berseri”.

Lirik dari delapan lagu di album ini masih mengentalkan karakter diksi khas Aid, dengan corak sewarna hits “Berdiri Teman” dan “Menunggu Bintang Terang” yang ia ciptakan di Closehead.

Semua lagu berkutat di wilayah sosial, pertemanan, dan beberapa pengalaman personal Aid. Selayaknya lagu-lagu hits yang ia tulis untuk Closehead, Aid berupaya membagikan semangat dan inspirasi di tengah jiwa yang terpuruk. Boleh jadi juga berkaitan pengalaman dirinya terhubung dengan apa yang dirasakan banyak manusia.

Di lagu “Nafas,” ia mengisahkan duka saat kehilangan musisi yang juga ayah mertuanya, Sunarto Sasmito. Sunarto bagi dia merupakan suporter garis keras penjaga gairah bermusik. Lagu itu ditulis saat Sunarto masuk ICU.

“Waktu itu saya enggak nerima. Feeling saya dia mau pergi. Terus saya ke tempat biasa mencari inspirasi lagu, di tempat jemuran, bikin monolog malam-malam. Ketika saya punya firasat, sudah saatnya melepas dia untuk selamanya. Padahal saya baru juga merasa punya ayah, di tengah pencarian hidup saya ,” kata Aid.

Lagu “Seirama” seakan menjadi pemandu untuk mengajak hidup dalam perbedaan. Lagu ini menceritakan hidup dalam keselarasan, toleransi, mau menerima perbedaan. Nomor ini mungkin bakal jadi anthem yang memicu sing-along.

“Seirama” dinyanyikan penuh oleh Hinhin dan Rengga. Sejak awal, lagu ini dijadikan eksperimen Aid untuk mengendalikan egonya. Sebagai front man, ia ingin Aidoaudio dimaknai fans sebagai band yang tak menganut one-man show.

“Yang paling susah dari seorang komposer itu menyerahkan yang paling disayanginya. Lagu ini paling saya suka, paling pop. Pas Hinhin dan Rengga nyanyi, kedengarannya pantes, cocok. Berhubung matching sama vokal mereka, hilang juga ‘rasa metal’ mereka,” ujar Aid, terkekeh.

Sementara “Memo”, single yang juga track inti dari album ini memantik gaya bersosial yang menguatkan keyakinan diri dari pengaruh luar diri, sekalipun di lingkungan terdekat. Petikan “Ku Tak Ingin Larut Ke Dalam Suasana Yang Bukan Milikku,” seolah menjadi dorongan agar tetap yakin dengan keputusan diri.

Baca Juga :   Ulang Tahun Ke-24, Band Jeruji Rilis Video Tur Eropa 2019

“Kita enggak bisa jadi orang lain. Kita cari jalan tengah aja kalau pengen bareng. Lagu ini lebih tentang adab. Adab ke siapapun, ke pepohonan. Makanya saya berpesan, ingat adab aja. Karena ketika dilabrak, risiko masing-masing, tidak ada yang bisa menolong,” ujar Aid.

Musik Aidoaudio

Rengga menjelaskan, materi lagu dari album Memo ini merupakan stok lagu yang dibuat Aid. Ada beberapa lagu yang diciptakan saat Aid masih di Closehead.

Meski begitu, Aid mengembalikan masukan aransemen kepada seluruh personel saat proses pembuatan album akan dimulai.

Sebelum rekaman, mereka terhubung dengan referensi yang sama, alternatif rock dan pop 90an. Maka, pola musik pun tersaring dari band-band semacam Weezer, Oasis, Suede, The Cure, The Cardigans, The Cranberries, Sixpence None The Richer, atau malah Bad Religion.

Dari Lose It All yang bergaya metallic hardcore, Rengga menyesuaikan diri dengan pola bas ala Britpop. Hinhin memberi pengaruh dengan akor melodi dipengaruhi band metal Amerika Serikat.

Sedangkan Soni, meski sempat mengisi ketukan blasting metal di Nectura mengisi album Memo dengan pola ritmik dangdut dan melayu. Aidoaudio memang mencoba menjangkau telinga audiens lebih luas, dengan keramahan aransemen yang mereka ciptakan.

“Tapi garis besarnya rock 90an. Ketika awal bertemu ngobrol musik nyambungnya dari referensi yang sama. Jadi arah musik kita sudah ditentukan lewat referensi itu. Sedang bernostalgia sama 90an,” kata Rengga, yang juga pengajar di Art Therapy Center Universitas Widyatama itu.

Walaupun banyak terlibat di sejumlah proyek musik ragam genre, Hinhin tetap merasa kurang referensi. Ternyata kekurangtahuan musik di sini jadi kelebihan.

“Saya belum banyak pengalaman di musik ini. Lebih cenderung Aid sebagai pengarah, saya menerjemahkan. Terjemahan karya ini harus bisa sampai ke banyak telinga. Saya jaga asupan, feel, tidak terlalu njelimet, meskipun masih ada idealis, sebisa mungkin di-reduce. Jadi pas mulai dengerin materi, Aid langsung ngasih sample. Saya percaya feeling di awal, saya suka lagunya. Aspeknya di lirik. Saya salah satu fans Aid. Dia hitmakers. Dia teliti, memilih diksinya sederhana, tetapi bisa mewakili,” kata Hinhin.

Ia hanya merasa beruntung karena di awal pertemuan, Aid membagi banyak hal termasuk cara menulis lagu.

“Dia (Aid) itu kan hitmakers. Disangka orang itu, keinginan kebanyakan orang, Aid diharapkan menulis lagu yang sejenis (“Berdiri Teman”) ternyata di luar dugaan hampir beda. Segi musikal, beat medium, ekplorasi masing-masing. Semua di luar kebiasaan,” katanya.

Baca Juga :   Cerita Vertical Abuse Soal Album Jurnal Apokalips

Yang membuatnya pusing di awal adalah tawaran mengisi sektor vokal yang memang dibagi oleh Aid. Menjadi lead vocal dan direkam lalu dirilis resmi adalah pengalaman perdana Hinhin.

Melecut dirinya untuk menambah porsi latihan vokal memang terasa cukup berat. Termasuk melatih public speaking supaya siap mengendalikan fans dari atas panggung.

“Di satu sisi mudah-mudah gampang karena secara teks mudah, tetapi untuk dapetin feel bareng itu berat. Tetapi saya memang punya mimpi ke arah ini. Saya suka The Beatles dan Queen, suara dibagi. Tapi tanggung jawab tambahan masuk, enggak fokus di gitar doang, harus nyapa penonton. Buat saya ini seru, ya, ada yang baru,” katanya.

Yang membuat Hinhin bersemangat mengisi peran baru ini adalah kematangan lirik. Meski terdengar sederhana, tetapi lirik ini ditunjang dengan isian instrumen yang akan ringan diterima kuping. Maka, isian-isian riff dan penempatan interval tak dibuat terlalu rumit. Loncatan nada juga tak dirancang pelik karena “pagar musiknya” dalam wilayah populer.

“Saya ngamatin orang di luar band, coba-coba dengerin ke keluarga terdekat, dan anak saya ikut menyanyi, berarti cukup berhasil. Jadi kebiasaan di mobil, nge-play lagu-lagu Aidoaudio ini. Orang awam bisa langsung menyerap. Ini buat saya pencapaian,” tutur Hinhin.

Sedangkan Soni bergabung terakhir di Aidoaudio ketika materi sudah nyaris rampung. Soni bisa langsung mengimbangi keinginan personel lainnya tanpa dijejali workshop dan lain-lain, langsung digempur latihan. Sebenarnya hal ini begitu biasa karena Soni punya kemampuan itu. Apalagi ia merupakan pengajar musik di SMKN 10 Bandung dan Sekolah Tinggi Musik Bandung.

Aid menukil tafsir Memo sebagai tajuk album dengan makna sebuah “pesan”. Misinya sederhana: lagu-lagu di memo ini bisa mulus beradaptasi dengan ruang dan suasana hati.

“Jadi misi saya, lagu-lagu ini enggak ganggu orang lagi makan, orang lagi baca buku. Dulu target musik saya di Closehead itu muda sampai mahasiswa. Sekarang saya ingin lagu saya dinyanyiin semua usia. Ketika anak istri nerima lagu-lagu ini, saya merasa sudah cukup. Saya sudah melangit,” kata Aid.

Aid dan Closehead

Jika ditengok di kolom komentar musik video sejumlah hits Closehead di Youtube, bakal ditemukan banyak suara-suara yang meminta Aid kembali, atau setidaknya menggelar panggung dengan formasi ulang sebentuk reuni.

Tetapi, barangkali hingga wawancara dilakukan Februari 2023, Aid sudah memutuskan untuk tidak kembali ke Closehead dan fokus penuh pada Aidoaudio yang sudah ia anggap anak sendiri.

Setelah melepas diri dari Closehead, Aid memutuskan untuk “gantung gitar.” Ia mengaku depresi bersama nuansa gelap yang terus menguntit.

Berawal saat dua tahun menjelang ia mundur dari Closehead, materi telah dicicil menyusul tanda tangan kontrak bersama major label. Namun, materi itu tak banyak direspons Closehead.

Baca Juga :   Video Musik Fuss, Respons Valla Pada Pemburu Konten Viral

Masa-masa itu, bersama materi lagu yang telah dikantongi, Aid mulai menyimpan nama Aidoaudio. Akan tetapi, perasaan kecewa saat itu membuat visinya makin gelap.

Akhirnya, pada 2011 itu ia menyimpan gairah bermusiknya dan bergerak menjauh untuk kerja di pasar, pabrik, hingga akhirnya berwirausaha dengan membuka konveksi.

Ruang lingkup desain merchandising yang masih lekat dengan sektor musik yang sedikit demi sedikit menghidupkan kembali kebutuhan Aid dalam bermusik.

Dengan membawa serta materi Aidoaudio yang bisa mengena di berbagai genre dan latar belakang, ia menyalakan band baru itu pada 2013.

“Awalnya mau ‘gantung gitar’. Karena kalau dipikir lagi, ngapain main nge-band? Karena uang ada. Tetapi waktu itu saya dipanasin Rengga. Di tempat biasa bikin lagu, di jemuran, gembreng lagi gitar. Itu malam, gairahnya naik lagi. Identitasku jelas. Aido udah siap melenggang,” kata Aid.

Bersama Rengga dan Arief “Cherry Bombshell”, lahirlah single “Indah Hari Ini,” dan “Darah Darimu.”

Lagu itu sempat dirilis di Souncloud dan Reverbnation, meski tak diniatkan dirilis. Tetapi akhirnya lagu-lagu itu telanjur banyak di-cover di Youtube.

Setelah menyisakan Aid dan Rengga, Aidoaudio mengajak Hinhin dan belakangan Soni. Formasi ini terkumpul pada 2021.

“Kita ngaji lirik di awal. Ternyata menyembuhkan saya dan munculin mindset baru. Ketemu formula lagu di Memo ini karena ketemu kumpulan ini. Jadi coloring,” ucap Aid.

Dari situ, produktifitas makin menderu. Dimulai dari single “Samar” yang dikenalkan Juni 2021, “Ambigu” serta “Kamus Hidup dan Andai-Andai” pada 2022, sampai album Memo di 1 Februari 2023.

Foto: AidoAudio.

Memo

Karya Aidoaudio ini sudah tersedia di platform digital streaming. Mereka sedang menata agenda tur dan menyiapkan musik video serta rilisan fisik.

Aido menambahkan, album perdana ini hasil bentukan mood dirinya yang sudah meluap, tentunya dengan jembatan single-single yang telah diperkenalkan sebelumnya.

Yang ingin ia jalani dari band ini yakni Aidoaudio yang konsisten berbagi panggung dengan masing-masing personel sebelum berbagi kesenangan dengan para fans.

“Sekarang saya mau mengenalkan mereka (para personel). Semua dibagi vokal. Bosen kan orang liat Hinhin gitar terus. Pengennya nambah, bukan berkurang personel. Semua itu gimana temannya. Kalau solid, saya harus bisa lebih produktif dalam berkarya. Atau memperindah lagu yang dimiliki. Itu kan keren,” katanya.

Bersama pengalamannya berkarier di musik, Aid hanya ingin menyetarakan diri dengan rekannya di band sebagai bekal mengarungi panggung demi panggung. Selebihnya, penampilan Aidoaudio didesak untuk selalu menyimpan kesan baik bagi seluruh penikmat lagunya.

“Harapannya, kita sehat-sehat, harmonis, ngehibur orang usahakan senang. Saya mah selalu berusaha pamit, karena naik dan turun panggung juga kan selalu pamit, berterima kasih. Misinya menyampaikan pesan, di performance mah membawa kesan,” ujar Aid.***

Posts created 399

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Begin typing your search term above and press enter to search. Press ESC to cancel.

Back To Top